Home » Hukum Perlindungan Anak
Buku I tentang Orang (Perwalian)
1. Dasar Hukum
- - Kitab Undang- undang Hukum Perdata (B.W);
- - Instruksi BHP Indonesia Lembaran Negara 1872 No.166 Pasal 47 sampai Pasal 60;
- - Peraturan mengenai Majlis Budel;
- - UU No.l Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Perwalian adalah pengawasan terhadap anak yang di bawah umur yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua serta pengurusan benda atau kekayaan anak tersebut sebagaimana diatur Oleh Undang- undang.
Timbulnya suatu Perwalian diakibatkan oleh putusnya perkawinan baik karena kematian maupun karena suatu putusan pengadilan dan selalu membawa akibat hukum baik terhadap suami/ isteri, anak- anak maupun harta kekayaannya terutama terhadap anak- anak yang masih dibawah umur, Kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai Wali :
- Mengurus harta kekayaan anak yang berada dibawah perwaliannya;
- Bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan karena pengurusan yang buruk;
- Menyelenggarakan pemeliharaan dan pendidikan anak belum dewasa sesuai harta kekayaannya dan mewakili anak dalam segala tindakan perdata;
- Mengadakan pencatatan dan inventarisasi harta kekayaan si anak;
- Mengadakan pertanggung jawaban pada akhir tugas sebagai wali.
Sebagaimana diketahui bahwa anak-anak yang masih di bawah umur mereka belum cakap bertindak dalam menjaiankan perbuatan hukum, dalam hal demikian mereka ini rentan sekali untuk dimanfaatkan oleh walinya akan hal-hal mereka, Untuk itu Peranan BHP sebagai wali pengawas berfungsi sebagai pengawas wali; Ayah/lbu yang hidup lebih lama terhadap perlakuan wali kepada anak-anaknya yang masih di bawah umur, juga terhadap harta kekayaan mereka dari hal-hal yang bertentangan dengan hukum, Perwalian anak di bawah umur terjadi karena :
1. Salah satu atau kedua orang tuanya telah meninggal dunia;
2. Orang Tua bercerai;
3. Pencabutan dari kekuasaan orang tua.
Maka dengan tampilnya Balai Harta Peninggalan sebagai wali pengawas akan memberikan pertimbangan hukum bagi anak-anak yang masih di bawah umur tersebut, baik hak maupun kewajibannya.
Dalam artian, Balai Harta Peninggalan memikul tugas selaku wali sementara (tijdeijke Voogd) dan Wali Pengawas (Toeziende Voogd)
3. Syarat-syarat Pendukung :
a. Akta Kematian/ Penetapan Perceraian;
b. Surat Ganti Nama;
c. Foto Copy Akta Kelahiran Anak;
d. Surat Kawin;
e. Surat Wasiat (bila ada);
f. Surat Kuasa (bila diwakilkan).
sumber : kemenkumham
Hubungan Hukum UU Perlindungan Anak dengan UU Ketenagakerjaan
oleh Estomihi Simatupang
Mahasiswa Fakultas Hukum Univ. Mpu Tantular
Undang-undang Perlindungan Anak dan Undang-undang Ketenagakerjaan merupakan sama-sama UU yang bersifat khusus namun kedua Undang-undang tersebut saling berhubungan satu dengan lain. Dalam UU
Perlindungan anak tidak menerangkan secara rinci bagaimana okumu yang dimaksud dengan eksploitasi anak secara ekonomi dan kriteria apa yang menunjukkan bahwa seorang anak telah dieksploitasi secara ekonomi (dalam hal ini jika anak dipekerjakan sebagai tenaga kerja). Tetapi dalam UU Ketenagakerjaan hal ekploitasi anak dapat kita lihat pada pasal 68 sampai dengan pasal 75, yang mana apabila seorang anak yang dipekerjakan diluar ketentuan yang disebutkan pada pasal 68 sampai dengan 75 maka dapat dikategorikan sebagai tindak pidana eksploitasi anak secara ekonomi.
Ketentuan pidana tentang eksploitasi anak secara ekonomi memang telah diatur dalam Undang-undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002 yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang terdapat dalam Pasal 88 yang berbunyi :
“Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76I, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).”
Tindak Pidana Eklpoitasi anak secara ekonomi dengan cara mempekerjakan anak haruslah sesuai dan tidak bertentangan antara UU Perlindungan Anak yang dipakai untuk memidana pelaku kejahatan dengan UU Ketenagakerjaandengan yang mengatur lingkup dan batas pekerjaan anak. Selain hubungan tersebut diatas UU No. 23 Tahun 2002 yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dapat juga dihubungkan (juncto) dengan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 190 dalam hal penambahan sanksi administrasi bagi perusahaan (badan hokum/badan usaha) dengan mencabut izin perusahaan.
Dasar Hukum dalam pengangkatan anak
1. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 1979 Tentang Pengangkatan Anak.
2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak.
3. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Penyempurnaan Surat Edaran Nomor 2 Tahun 1979.
4. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 1989 Tentang Pengangkatan Anak.
5. Undang-undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Pelindungan Anak.
6. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Pengangkatan Anak.
7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
8. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dan telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006.
9. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.
Pengertian Pengangkatan Anak
Ada beberapa pendapat mengenai pengertian pengangkatan anak:
· Menurut Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007 sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anakdan Peraturan Menteri Sosial No. 110 Tahun 2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak, bahwa :
- pengertian Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan okum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawabatas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluargaorang tua angkat.
- Orang tua angkat adalah orang yang diberi kekuasaan untuk merawat, mendidik, danmembesarkan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan dan adat kebiasaan.
- Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orangtua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan,dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnyaberdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan.
· Menurut Shanty Dellyana : Pengangkatan anak adalah suatu tindakan mengambil anak orang lain untuk dipelihara dan diperlakukan sebagai anak kandungnya sendiri, berdasarkan ketentuan-ketentuan yang disepakati bersama dan sah menurut okum yang berlaku dimasyarakat yang bersangkutan
· Menurut Soedharyo Soimin : Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan mengambil anak orang lain kedalam keluarganya sendiri, sehingga dengan demikian antara orang yang mengambil anak dan yang diangkat timbul suatu hubungan hokum.
· Menurut Muderis Zaini : Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain kedalam keluarganya sendiri sedemikian rupa, sehingga antara orang yang memungut anak dan anak yang dipunggut itu timbul suatu okum kekeluargaan yang sama, seperti yang ada antara orang tua dengan anak kandungnya sendiri.
· Menurut Djaja S. Meliala[9] :Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan okum yang memberi kedudukan kepada seorang anak orang lain yang sama seperti seorang anak yang sah.
· Menurut Soepomo : Pengangkatan anak adalah mengangkat anak orang lain. Atau anak ini timbul hubungan okum antara orang tua angkat dengan anak angkat seperti hubungan orang tua dengan anak kandung .
· Menurut Amir Martosed : Pengangkatan anak adalah anak yang diambil oleh seseorang sebagai anaknya, dipelihara, dewasa. Diperlakukan sebagai anaknya sendiri. Dan bila nanti orang tua angkatnya meninggal dunia, dia berhak atas warisan orang yang mengangkatnya.
Cara Pengangkatan Anak
Ø Jenis Pengangkatan Anak
Jenis pengangkatan anak sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007 sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak dan Peraturan Menteri Sosial No. 110 Tahun 2009 tentang Persyaratan Pengangkatan anak, terdapat 2 jenis pengangkatan anak yaitu :
1. Pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia
1.1 Pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan setempat;
1.1.1 Pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan setempat yaitu pengangkatan anak yang dilakukan dalam satu komunitas yang nyata-nyata masih melakukan adat dan kebiasaan dalam kehidupan bermasyarakat.
1.1.2 Pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan setempat dapat dimohonkan penetapanpengadilan.
1.2 Pengangkatan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan
1.2.1 Pengangkatan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksudmencakup pengangkatan anak secara langsung dan pengangkatananak melalui lembaga pengasuhan anak.
1.2.2 Pengangkatan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dilakukan melalui penetapan pengadilan.
2. Pengangkatan anak antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing.
Pengangkatan anak antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing, meliputi:
a. pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh Warga Negara Asing; dan
b. pengangkatan anak Warga Negara Asing di Indonesia oleh Warga Negara Indonesia.
Pengangkatan anak antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing anak sebagaimana diatas dilakukan melalui putusanpengadilan.
Ø Syarat Pengangkatan Anak
a. Syarat Pengangkatan okumusr Warga Negara Indonesia:
Syarat Bagi Calon Anak Angkat
1. Belum berusia 18 (delapan belas) tahun;
2. Merupakan anak terlantar atau ditelantarkan;
3. Berada dalam asuhan keluarga atau dalam Lembaga Pengasuhan Anak; dan
4. Memerlukan perlindungan khusus
Syarat Bagi Calon Orang Tua Angkat
1. Sehat jasmani dan rohani;
2. Berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling linggi 55 (lima puluh lima) tahun;
3. Beragama sama dengan agama calon anak angkat;
4. Berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan;
5. Berstatus menikah paling singkat 5 (lima) tahun;
6. Tidak merupakan pasangan sejenis;
7. Tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak;
8. Dalam keadaan mampu ekonomi dan okum;
9. Memperoleh persetujuan anak dan ijin tertulis orang tua atau wali anak;
10. Membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan terbaik anak, kesejahteraan dan perlindungan anak;
11. Adanya laporan okum atau pekerja okum setempat;
12. Tidak mengasuh calon anak selama 6 (enam) bulan sejak ijin pengasuhan diberikan;
13. Memperoleh ijin Menteri dan/atau Kepala Instansi Sosial.
Syarat Pengangkatan Anak antara WNI dengan Warga Negara Asing, apabila Anak Warga Negara Indonesia dan Orang Tua Warga Negara Asing
1. Memperoleh ijin tertulis dari Pemerintah Warga Negara asal Pemohon melalui kedutaan atau Perwakilan Negara Pemohon melalui Kedutaan atau Perwakilan Negara Pemohon yang ada di Indonesia;
2. Memperoleh Ijin dari Menteri;
3. Melalui lembaga pengasuhan anak;
4. Orang tua asing tersebut telah bertempat tinggal di Indonesia secara sah selama 2 (dua) tahun;
5. Mendapat persetujuan tertulis dari Pemerintah Negara Pemohon;
6. Membuat pernyataan tertulis bahwa akan melaporkan perkembangan anak kepada Departemen Luar Negeri Republik Indonesia melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat;
7. Memenuhi syarat-syarat seperti yang termuat dalam Persyaratan Pengangkatan okumusr Warga Negara Indonesia.
Apabila Anak Warga Negara Asing dan Orang Tua Warga Negara Indonesia
1. Memperoleh persetujuan tertulis dari Pemerintah Republik Indonesia; dan
2. Memperoleh persetujuan tertulis dari Pemerintah Negara Asal Anak.
Ø Tata Cara Pengangkatan Anak
Tata Cara Pengangkatan okumusr Warga Negara Indonesia
1. Melengkapi syarat-syarat pengangkatan anak;
2. Mengajukan pengajuan Permohonan Penetapaan Pengangkatan Anak ke Pengadilan Agama (bagi yang beragama Islam) atau ke Pengadilan Negeri (bagi yang beragama Non-Islam);
3. Setelah Majelis Hakim mempelajari berkas tersebut, Majelis akan mengeluarkan Penetapan;
4. Kemudian Pengadilan akan meneruskan Salinan Penetapan tersebut kepada Instansi terkait seperti Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Departemen Sosial, Departemen Luar Negeri, Departemen Kesehatan, Kejaksaan dan Kepolisian.
Tata Cara Pengangkatan Anak antara WNI dengan Warga Negara Asing
1. Melengkapi syarat-syarat pengangkatan anak;
2. Mengajukan pengajuan Permohonan Putusan Pengangkatan Anak ke Pengadilan Agama (bagi yang beragama Islam) atau ke Pengadilan Negeri (bagi yang beragama Non Islam);
3. Setelah Majelis Hakim mempelajari berkas tersebut, Majelis akan mengeluarkan Putusan;
4. Kemudian Pengadilan akan meneruskan Salinan Putusan tersebut kepada Instansi terkait seperti Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Departemen Sosial, Departemen Luar Negeri, Departemen Kesehatan, Kejaksaan dan Kepolisian.
Subscribe to:
Posts (Atom)