Takut akan Tuhan adalah Permulaan Pengetahuan

Pengertian Kepailitan

Pengertian Kepailitan

Pengertian Kepailitan menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adalah :

Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.


Read More
Syarat-syarat Kepailitan

Syarat-syarat Kepailitan

Pasal 1 dari Undang-Undang Kepailitan No. 4 Tahun 1998 menyatakan sebagai berikut :

(1)  Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. “dinyatakan pailit” (bukan “dapat dinyatakan pailit”) oleh keputusan pengadilan yang berwenang (dalam hal ini adalah Pengadilan Niaga) sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih krediturnya;


(2)  Permohonan sebagaimana dmaksud dalam ayat (1) dapat juga diajukan oleh kejaksaan untuk kepentingan umum;


(3)  Dalam hal menyangkut debitur yang merupakan bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia;

 

(4)  Dalam hal menyangkut debitur yang merupakan perusahaan efek, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal. 

 

Dari ketentuan dalam pasal 1 seperti tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa syarat-syarat yuridis agar suatu perusahaan dapat dinyatakan pailit adalah sebagai berikut :

a)  Adanya hutang;

b)  Minimal satu dari hutang sudah jatuh tempo;

c)   Minimal satu dari hutang dapat ditagih;

d)  Adanya debitur;

e)  Adanya kreditur;

f)   Kreditur lebih dari satu;

g)  Pernyataan pailit dilakukan oleh pengadilan khusus yang disebut dengan “Pengadilan Niaga”;

h)  Permohonan pernyataan pailit diajukan oleh pihak yang berwenang, yaitu :

1.   Pihak debitur

2.   Satu atau lebih kreditur

3.   Jaksa untuk kepentingan umum

4.   Bank Indonesia jika debiturnya bank

5.   Bapepam jika debiturnya perusahaan efek 

i)    Dan syarat-syarat yuridis lainnya yang disebutkan dalam Undang-Undang Kepailitan.

j)    Apabila syarat-syarat terpenuhi, hakim “menyatakan pailit”, bukan “dapat menyatakan pailit”. Sehingga hal ini kepada hakim tidak diberikan ruang untuk memberikan “judgement” yang luas seperti pada kasus-kasus lainnya, sungguhpun limited defence masih dibenarkan, mengingat yang berlaku adalah prosedur pembuktian yang sumir (vide Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang kepailitan). (Munir Fuady, 1999 : 07)



Read More
Pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit

Pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit

Pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 mensyaratkan bahwa permohonan pernyataan pailit harus diajukan oleh pihak yang berwenang sesuai dengan ketentuan Pasal 2, bahkan panitera wajib tidak menerima permohonan pernyataan pailit apabila diajukan oleh pihak yang tidak berwenang. Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit antara lain :

a) Debitor

Dalam setiap hal disyaratkan bahwa debitur mempunyai lebih dari satu orang kreditor, karena merasa tidak mampu atau sudah tidak dapat membayar utang-utangnya, dapat mengajukan permohonan pailit. Debitur harus membuktikan bahwa ia mempunyai dua atau lebih kreditor serta juga membuktikan bahwa ia tidak dapat membayar salah satu atau lebih utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Apabila debitor telah menikah, maka harus ada persetujuan pasanganya, karena hal ini menyangkut harta bersama, kecuali tidak ada pencampuran harta.

b) Kreditor

Dua orang kreditor atau lebih, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit selama memenuhi syarat yang telah ditentukan dalam Undang-Undang. Kreditor yang mengajukan permohonan pernyataan pailit bagi debitor harus memenuhi syarat bahwa hak tuntutannya terbukti secara sederhana atau pembuktian mengenai hak kreditor untuk menagih juga dilakukan secara sederhana.

c) Kejaksaan

Apabila permohonan pernyataan pailit mengandung unsure atau alasan untuk kepentingan umum maka, permohonan harus diajukan oleh Kejaksaan. Kepntingan umum yang dimaksud dalam Undang-Undang adalah kepentingan bangsa dan Negara dan/atau kepentingan masyarakat luas, misalnya:

(1) Debitor melarikan diri;

(2) Debitor menggelapkan harta kekayaan;

(3) Debitor mempunyai utang kepada BUMN atau badan usaha lain yang menghimpun dana dari masyarakat;

(4) Debitor mempunyai utang yang berasal dari penghimpunan dana dari masyarakat luas;

(5) Debitor tidak beritikad baik atau tidak kooperatif dalam menyelesaikan masalah utang piutang yang telah jatuh waktu; atau

(6) Dalam hal lainnya yang menurut kejaksaan merupakan kepentingan umum.

d) Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah satu-satunya pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit jika debitornya adalah bank. Pengajuan permohonan pernyataan pailit bagi bank sepenuhnya merupakan kewenangan Bank Indonesia dan semata-mata didasarkan atas penilaian kondisi keuangan dan kondisi perbankan secara keseluruhan, oleh karena itu tidak perlu dipertanggungjawabkan.

e) Badan Pengawas Pasar Modal

Apabila debitor adalah perusahaan Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian maka satu-satunya pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit adalah Badan Pengawas Pasar Modal, karena lembaga tersebut melakukan kegiatan yang berhubungan dengan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek di bawah pengawasan Badan Pengawas Pasar Modal.

f) Menteri Keuangan

Permohonan pernyataan pailit harus diajukan oleh Menteri Keuangan apabila debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik. Dalam penjelasan Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 disebutkan bahwa Kewenangan untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit bagi Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi sepenuhnya ada pada Menteri Keuangan. Ketentuan ini diperlukan untuk membangun tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi sebagai lembaga pengelola risiko dan sekaligus sebagai lembaga pengelola dana masyarakat yang memiliki kedudukan strategis dalam pembangunan dan kehidupan perekonomian. Kemudian Kewenangan untuk mengajukan pailit bagi Dana Pensiun, sepenuhnya ada pada Menteri Keuangan. Ketentuan ini diperlukan untuk membangun tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Dana Pensiun, mengingat Dana Pensiun mengelola dana masyarakat dalam jumlah besar dan dana tersebut merupakan hak dari peserta yang banyak jumlahnya.

Permohonan pernyataan pailit ke Pengadilan tersebut harus melalui advokat yang telah memiliki izin praktik beracara. Namun, apabila permohonan pernyataan pailit diajukan oleh Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, dan Menteri Keuangan, tidak diperlukan advokat.


Read More
Akibat Hukum Pernyataan Pailit

Akibat Hukum Pernyataan Pailit

Akibat Hukum Pernyataan Pailit

Suatu Putusan Pernyataan pailit mengubah status hukum debitor menjadi tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum, menguasai, dan mengurus harta kekayaannya sejak putusan pernyataan pailit diucapkan. Akibat lain dari putusanpernyataan pailit antara lain:


1. Debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit.

2. Kepailitan hanya mengenai harta pailit dan tidak mengenai diri pribadi debitor pailit.
3. Harta pailit diurus dan dikuasai kurator untuk kepentingan semua para kreditor dan debitor dengan pengawasan dari Hakim pengawas

4. Tuntutan dan gugatan mengenai hak dan kewajiban harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator.

5. Segala perbuatan debitor yang dilakukan sebelum dinyatakan pailit, apabila dapat dibuktikan bahwa perbuatan tersebut secara sadar dilakukan debitor untuk merugikan kreditor, maka dapat dibatalkan oleh kurator atau kreditor. Istilah ini disebut dengan actio pauliana

6. Hibah yang dilakukan Debitor dapat dimintakan pembatalan kepada Pengadilan, apabila Kurator dapat membuktikan bahwa pada saat hibah tersebut dilakukan Debitor mengetahui atau patut mengetahui bahwa tindakan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi Kreditor.

7. Perikatan selama kepailitan yang dilakukan debitor, apabila perikatan tersebut menguntungkan bisa diteruskan. Namun apabila perikatan itu merugikan,maka kerugian sepenuhnya ditanggung oleh debitor secara pribadi,atau perikatan itu dapat dimintakan pembatalan.

8. Hak eksekusi kreditor dan pihak ketiga untuk menuntut yang berada dalam penguasaan debitor pailit atau kurator, ditangguhkan dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari.

9. Hak untuk menahan benda milik debitor (hak retensi) tidak hilang
10. Kepailitan suami atau istri yang kawin dalam suatu persatuan harta, diperlakukan sebagai kepailitan persatuan harta tersebut.


Read More
Pihak yang Terkait dalam Pengurusan harta pailit

Pihak yang Terkait dalam Pengurusan harta pailit

Pihak yang Terkait dalam Pengurusan harta pailit

a.Hakim pengawas/hakim komisaris

b.BHP sebagai urator yaitu badan yang mengawasi harta si pailit

c.Panitia para kreditur

d.Rapat-rapat para kreditur


Tugas masing-masing pengurus adalah

a.Hakim komisaris bertugas mengawasi BHP sebagi urator .

b.BHP mengurus dan menyelesaikan harta si pailit .

c.Panitia para kreditur bertugas memberi nasihat pada BHP .

d.Rapat para kreditur bertugas mengadakan rapat verifikasi dan rapat untuk menyelenggarakan/ melaksanakan accord .


Read More
Kiprah dan Kewenangan Kurator

Kiprah dan Kewenangan Kurator

Kiprah dan Kewenangan Kurator :

1. Siapa yang dapat menjadi kurator

Tidak semua orang dapat menjadi kurator. Dahulunya, sewaktu masih berlakunya peraturan kepailitan zaman Belanda, hanya Balai Harta Peninggalan (BHP) saja yang dapat menjadi kurator tersebut. Akan tetapi sekarang ini oleh Undang-Undang Kepailitan diperluas sehingga yang dapat bertindak menjadi kurator sekarang adalah sebagai berikut :

(i) Balai Harta Peninggalan (BHP), atau
(ii) Kurator lainnya

Yang dimaksud dengan kurator lainnya (yaitu kurator yang bukan Balai Harta Peninggalan) adalah mereka yang memenuhi syarat-syarat sebagai mereka yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

(a) Perorangan atau persekutuan perdata yang berdomisili di Indonesia, yang mempunyai keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan atau membereskan harta pailit; dan

(b) Telah terdaftar pada Departemen Kehakiman sebagai kurator.
Apabila debitur atau kreditur tidak mengajukan usul pengangkatan kurator ke pengadilan, maka Balai Harta Peninggalan bertindak selaku kurator.
Akan tetapi apabila diangkat kurator yang bukan Balai Harta Peninggalan, maka kurator tersebut tersebut haruslah independen dan tidak mempunyai benturan kepentingan dengan pihak debitur atau kreditur (Ahmad Yani Dkk, 2000 : 63)




2. Kedudukan Kurator Dalam Hukum Pailit

Tugas dan kewenangan dari kurator relatif berat. Pada prinsipnya tugas umum dari kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan terhadap harta pailit. Dalam melakukan tugasnya tersebut kurator bersifat independen dengan pihak debitur dan kreditur. Dalam menjalankan tugasnya tersebut kurator tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitur atau salah satu organ debitur, meskipun dalam keadaan biasa (di luar kepailitan) persetujuan atau pemberitahuan tersebut dipersyaratkan.

Pada prinsipnya kurator sudah berwenang melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit sejak adanya putusan pernyataan pailit dari Pengadilan Niaga, sungguhpun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi (Pasal 12 Undang-Undang Kapailitan). Ini adalah sebagai konsekuensi hukum dari sifat “serta merta” (uitvoorbaar bij Voorraad) dari putusan pernyataan pailit (Pasal 6 ayat (5) Undang-Undang Kepailitan). Akan tetapi, sungguhpun demikian, tidak berarti kurator dapat melakukan tindakan pengurusan dan pemberesan sesukanya. Untuk melakukan tindakannya, kurator haruslah memperhatikan antara lain hal-hal sebagai berikut : 


  • Apakah dia berwenang untuk melakukan hal tersebut;
  • Apakah merupakan saat yang tepat (terutama secara ekonomi dan bisnis) untuk melakukan tindakan – tindakan tertentu;
  • Apakah terhadap tindakan – tindakan tersebut diperlukan dahulu persetujuan/izin/keikutsertaan dari pihak-pihak tertentu, seperti dari pihak Hakim Pengawas, Pengadilan Negeri, panitia kreditur, debitur dan sebagainya.
  • Apakah terhadap tindakan tersebut memerlukan prosedur tertentu, seperti harus dalam rapat dengan korum tertentu, harus dalam sidang yang dihadiri/dipimpin oleh Hakim Pengawas, dan sebagainya.
  •  Harus dilihat bagaimana cara yang layak dari segi hukum, kebiasaan dan sosial dalam menjalankan tindakan-tindakan tertentu. Misalnya jika menjual asset tertentu, apakah melalui pengadilan, lelang, bawah tangan, dan sebagainya.
Terhadap kegiatan yang dilakukan oleh kurator, apabila ada yang keberatan dapat melakukan perlawanan kepada Hakim Pengawas (Pasal 68 ayat (1)). Sementara jika ada yang keberatan terhadap ketetapan Hakim Pengawas dapat naik banding ke Pengadilan Niaga (Pasal 66 ayat (1)). 



3. Kewenangan, Tugas dan Hak Kurator

Menurut Undang-Undang Kepailitan, yang menjadi hak, kewajiban, tanggung jawab dan kewenangan khusus dari kurator sangat banyak, antara lain yang terpenting di antaranya adalah sebagai berikut:



(1) Tugas kurator secara umum adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit (Pasal 67 ayat (1))

Tugas ini sudah dapat dijalankannya, sejak tanggal putusan pernyataan pailit dijatuhkan. Meskipun putusan tersebut belum inkracht, yakni meskipun terhadap putusan tersebut masih diajukan kasasi dan/atau peninjauan kembali (Pasal 112 ayat (1))

(2) Seorang kurator yang ditunjuk untuk tugas khusus beradasarkan putusan pernyataan pailit, berwenang untuk bertindak sendiri sebatas tugasnya (pasal 70A ayat (3))

(3) Dapat melakukan pinjaman (mengambil loan) dari pihak ketiga dengan syarat bahwa pengambilan pinjaman tersebut semata-mata dilakukan dalam rangka meningkatkan harta pailit (Pasal 67 ayat (2))

(4) Terhadap pengambilan pinjaman dari pihak ketiga, dengan persetujuan Hakim Pengawas, pihak kurator berwenang pula untuk membebani harta pailit dengan hak tanggungan, gadai dan hak agunan lainnya (Pasal 67 ayat (3))

(5) Kurator dapat menghadap pengadilan dengan seizin Hakim Pengawas kecuali untuk hal-hal yang disebut dalam Pasal 36,38,39 dan 57 ayat (2) yang tidak memerlukan izin dari Hakim Pengawas (Pasal 67 ayat (2) (5); Menjadi penggugat atau tergugat berkenaan dengan gugatan yang berhubungan dengan harta pailit (Pasal 24 ayat (1)); Mengambil alih perkara yang sedang berjalan (Pasal 26 ayat (1) dan (27));

(6) Kewenangan yang dimaksud dalam pasal 36 (perjanjian timbal balik);

(7) Kewenangan untuk menjual agunan dari kreditur separatis setelah dua bulan insolvensi (Pasal 57 ayat (2)); atau kurator menjualnya dalam masa stay (Pasal 56 ayat (3)). Ataupun membebaskan barang agunan dengan membayar kepada kreditur separatis yang bersangkutan jumlah terkecil antara harga pasar dan jumlah hutang yang dijamin dengan barang agunan tersebut (Pasal 57 ayat (3));

(8) Kewenangan untuk melanjutkan usaha debitur yang dinyatakan pailit (atas persetujuan panitia kreditur atau Hakim Pengawas jika tidak ada panitia kreditur) walaupun terhadap putusan pernyataan pailit tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali (Pasal 95 ayat (1));

(9) Kurator berwenang untuk mengalihkan harta pailit sebelum verifikasi (atas persetujuan Hakim Pengawas) (Pasal 98);

(10) Kewenangan untuk menerima atau menolak permohonan pihak kreditur atau pihak ketiga untuk mengangkat penangguhan atau pasar barang agunan dan julah uang dijamin dengan barang agunan tersebut (Pasal 57 ayat (3));

(11) Hak kurator atas imbalan jasa (fee) yang ditetapkan dalam putusan pernyataan pailit oleh hakim yang berlandaskan pada pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Kehakiman (Pasal 69 juncto Pasal 67D);

(12) Kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalainanya dalam melaksanakan tugas-tugas pengurusan dan/atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit (Pasal 67C);

(13) Kurator harus independen dan terbebas dari setiap bantuan kepentingan dengan debitur atau kreditur (Pasal 13 ayat (3));

(14) Kewajiban menyapaikan laporan tiga bulan kepada Hakim Pengawas mengenai keadaan harta pailit dan pelaksanaan tugasnya (Pasal 70B);

(15) Apabila telah ditetapkan hari pelelangannya, pelalangan dilanjutkan oleh kurator atas beban harta pailit dengan kuasa dari Hakim Pengawas (Pasal 34);

(16) Kurator dapat menghentikan ikatan sewa menyewa (Pasal 38);


Sewa menyewa yang dapat dihentikan karena debitur menyatakan pailit adalah jika debitur pailit tersebut menyewa suatu barang dari pihak lain. Dalam hal ini baik kurator ataupun pihak yang menyewakan barangnya sama-sama dapat memutuskan hubungan sewa menyewa tersebut. untuk hal tersebut Undang-Undang mensyaratkan agar dilakukan suatu pemberitahuan pengakhiran sewa (notice), dengan jangka waktu sebagai berikut :


a) Jangka waktu dilihat kepada kebiasaan setempat, dan

b) Jangka waktu dilihat kepada pengaturannya dalam kontrak, atau

c) Jangka waktu dilihat kepada kelaziman untuk kontrak seperti itu, atau

d) Setidak-tidaknya jangka waktu tiga bulan dianggap sudah cukup.


Akan tetapi, jika sudah dibayar uang sewa di muka, sewa menyewa tersebut tidak dapat diakhiri sampai dengan berakhirnya jumlah uang sewa yang dibayar di muka tersebut.


Sejak pernyataan pailit, segala uang sewa harus dibayar oleh debitur merupakan hutang harta pailit (estate debt). Ketentuan tentang sewa menyewa di atas berlaku jika yang menyewa barang tersebut adalah debitur pailit. Akan tetapi, jika debitur pailit justru sebagai pihak yang menyewakan barangnya, tidak ada pengaturannya dalam Undang-Undang Kepailitan, sehingga yang berlaku adalah kontrak yang bersangkutan dan peraturan sewa menyewa pada umumnya.


(17) Kurator dapat memutuskan hubungan kerja dengan karyawannya (Pasal 39).


Jika setelah diputuskan pernyataan pailit, ada karyawan yang belerka pada debitur pailit, maka baik karyawan maupun kurator sama-sama berhak untuk memutuskan hubungan kerja. Namun demikian, untuk pemutusan hubungan kerja tersebut diperlukan suatu pemberitahuan PHK (notice) dengan jangka waktu pemberitahuan sebagai berikut :

  • Jangka waktu Pemberitahuan PHK yang sesuai dengan perjanjian kerja, atau 
  • Jangka waktu tersebut sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku di bidang ketenaga kerjaan, atau 
  • Dapat di PHK dengan pemberitahuan minimal dalam jangka waktu enam minggu. 


Di samping itu, sama dengan uang sewa yang belum dibayar, maka sejak debitur dinyatakan pailit, upah karyawan dianggap hutang harta pailit (estate debt), sebagaimana diatur dalam pasal 39 Undang-Undang Kepailitan.

Ketentuang tentang PHK seperti tersebut di atas hanya berlaku jika pihak karyawan yang bekerja pada debitur pailit. Jika debitu pailit yang menjadi karyawan pada pihak lain, tidak ada pengaturannya dalam perundang-undangan tentang kepailitan, sehingga untuk hal yang demikian sepenuhnya berlaku perjanjian kerja dan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan.


(18) Kurator dapat menerima waisan tetapi jika diterima, harus dilakukan pendaftaran mengenai warisan tersebut (pasal 40 ayat (1)).


(19) Kurator dapat menolak warisan dengan kuasa dari Hakim Pengawas (Pasal 40 ayat (2));


(20) Barang-barang Berharga Milik Debitur Disimpan Oleh Kurator. Adalah wajr jika kurator sangat berkepentingan terhadap barang-barang berharga milik debitur pailit. Karena itu, kurator dianggap berwenang untuk menyimpannya dengan cara yang dianggap paling aman. Misalnya emas, berlian, surat berharga disimpan oleh kurator dalam safe deposit pada bank-bank. Akan tetapi Hakim Pengawas berwenang pula untuk menentukan cara-cara penyimpanan oleh kurator tersebut, vide Pasal 99 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan.


(21) Kurator berkewajiban menjual harta pailit dalam rangka pemberesan


Menjual asset – asset debitur pailit sebenarnya merupakan salah satu tugas utama dari kreditur sesuai dengan prinsip Cash is the King. Penjualan asset debitur ini (setelah insolvensi dan tidak dilakukan pengurusan harta debitur) tidak memerlukan persetujuan siapa-siapa. Kecuali ditentukan lain dalam undang-undang, seperti yang terdapat dalam Pasal 98 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan. Pasal 88 ayat (1) ini mensyaratkan adanya persetujuan Hakim Pengawas dalam hal pengalihan aset debitur pailit untuk tujuan – tujuan tertentu dalam masa sebelum insolvensi.


Bagaimana cara menjual harta debitur pailit juga hal yang harus selalu diperhatikan dalam proses pemberesan harta pailit. Untuk itu harus dilakukan pertimbangan – pertimbangan sebagai berikut :


a) Pertimbangan Yuridis

Tentunya agar pihak kurator yang menjual harta debitur pailit tidak disalahkan, yang pertama sekali harus diperhatikan adalah apa persyaratan yuridis terhadap tindakan tersebut. misalnya kapan dia harus menjualnya, bagaimana prosedur menjual, apakah memerlukan izin tertentu, undang-undang mana dan pasal berapa yang mengaturnya, dan sebagainya.


b) Pertimbangan Bisnis

Selain dari pertimbangan yuridis, kurator yang menjual aset debitur juga harus memperhatikan pertimbangan bisnis. Bila perlu dapat disewa para ahli untuk memberikan masukan – masukan untuk bahan pertimbangan bagi kurator. Fokus utama dari pertimbangan bisnis disini adalah apakah dengan penjualan tersebut dapat dicapai harga yang setinggi-tingginya. Karena itu harus dipertimbangkan antara lain hal-hal sebagai berikut :


(a) Kapan saat yang tepat untuk menjual aset debitur tersebut, agar diperoleh harga yang tinggi
(b) Apakah lebih baik dijual secara borongan, atau dijual retail
(c) Apakah lebih baik dijual sebagian-sebagianm dari bisnis atau dijual seluruh bisnis dalam satu paket
(d) Apakah perlu pakai perantara profesional atau tidak
(e) Apakah perlu dilakukan tender atau tidak
(f) Apakah perlu dibuat iklan penjualan atau tidak


Undang – Undang Kepailitan (pasal 171 ayat (1)) mengintrodusir dua cara penjualan aset-aset debitur, yaitu sebagai berikut :


(a) Menjual di Depan Umum; atau

(b) Menjual di Bawah Tangan (dengan izin Hakim Pengawas)

Dengan penjualan di depan umum ini dimaksudkan adalah bahwa penjualan dilakukan di depan kantor lelang sebagaimana mestinya. Sementara penjualan di bawah tangan dapat dengan berbagai cara, seperti lewat negosiasi, tender bebas atau tender terbatas, iklan di surat kabar, pemakaian agen penjualan profesional, dan sebagainya. Untuk penjualan di bawah tangan ini diperlukan izin Hakim Pengawas (Munir Fuady, 1999 : 53)

Read More
Kurator dalam Kepailitan

Kurator dalam Kepailitan

1. Dasar Hukum

Undang-undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

2. Pengertian

Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengawasan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-undang Kepailitan, artinya bahwa pailit merupakan suatu keadaan dimana seseorang debitur tidak mampu melunasi hutang-hutangnya.

Pernyataan pailit harus didahului dengan pernyataan Pengadilan Niaga, baik atas permohonan debitur sendiri maupun atas permintaan seseorang atau lebih krediturnya. Dalam hal pemberesan atas harta terpailit undang-undang memberikan kewenangan tidak hanya kepada Balai Harta Peninggalan tetapi juga kepada kurator swasta. Namun demikian undang-undang ini tidak memberikan kewenangan kepada Balai Harta Peninggalan bertindak selaku pengurus dalam hal penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang, tetapi kepada kurator swasta atau perorangan yang terdaftar pada Kementerian yang lingkup tugas tanggungjawabnya dibidang hukum dan peraturan perundang-undangan.




Adapun akibat hukum terhadap debitur yang telah dinyatakan pailit oleh pengadilan antara lain :
Harta debitur diambil alih dari kekuasaannya dan ditempatkan berada dibawah kekuasaan kurator;
Debitur tidak mempunyai kewenangan untuk dalam hal mengurus serta kepemilikan kekayaan;
Semua harta kekayaan debitur pailit baik yang ada maupun yang akan ada masuk dalam budel pailit untuk diselesaikan dengan para krediturnya.

Tugas Balai Harta Peninggalan selaku Kurator dalam melaksanakan upaya pemberesan atas harta terpailit/debitur yaitu :
Membuat daftar tagihan para kreditur dan disahkan pada rapat verifikasi;
Melaksanakan penjualan harta kekayaan pailit apakah melalui lelang umum atau dibawah tangan dengan ijin hakim pengawas setelah terlebih dahulu ditaksir oleh Tim Penilai (appraisal);
Melaksanakan pembayaran kepada para kreditur sesuai dengan sifat tagihannya;
Memberikan perhitungan dan pertanggungjawaban mengenai pengurusan/pemberesan yang dilakukannya kepada Hakim Pengawas.

3. Syarat-syarat :

Adanya Penetapan/ Putusan Pengadilan Niaga.

4. Standar Operasional Prosedur


Penjelasan :

A. TAHAP PENGURUSAN
  1. Mengumumkan adanya kepailitan tersebar pada 2 (dua) Surat Kabar dan Berita Negara R.I., yang ditetapkan oleh Hakim Pengawas sekaligus berisi pemberitahuan tentang waktu dan tempat rapat kreditur pertama, batas akhir pengajuan tagihan kreditur/ pajak kepada kurator, waktu dan tempat rapat verifikasi (Pasal 15 ayat 4, jo. Pasal 14);
  2. Melaksanakan semua upaya untuk mengamankan harta pailit dan menyimpan semua surat- surat dokumen, uang, perhiasan dan surat berharga lainnya dengan memberikan tanda terima (Pasal 98), sekaligus membuat pencatatan harta pailit atau inventarisasi aset (Pasal 100 ayat 1);
  3. Memanggil para kreditur/ pajak untuk mendapatkan tagihannya pada kurator (Pasal 90 ayat 4);
  4. Membuat daftar yang menyatakan sifat, jumlah piutang dan hutang harta pailit, nama dan tempat tinggal kreditur beserta jumlah piutang masing-masing kreditur (Pasal 102);
  5. Menagih piutang debitur pailit;
  6. Mengadakan rapat-rapat kreditur, verifikasi dengan persetujuan hakim pengawas;
  7. Menerima dan menyampaikan rencana perdamaian (accord) dari debitur pailit.

B. TAHAP PEMBERESAN
  1. Membuat daftar kreditur/pajak yang menyatakan sifat piutang, jumlah piutang masing-masing kreditur, nama dan tempat tinggal kreditur yang diakui dan disahkan pada rapat verifikasi;
  2. Melaksanakan pemberesan dan menjual semua harta pailit baik secara lelang umum atau dibawah tangan dengan terlebih dahulu ditaksir harganya oleh tim penilai/ appraisal (Pasal 184);
  3. Membuat daftar pembagian kepada masing-masing kreditur dan dimintakan persetujuan kepada hakim pengawas (Pasal 189) dan mengumumkan/meletakan pada papan pengumuman untuk memberi kesempatan para kreditur yang merasa keberatan atas pembagian tersebut di kepanitraan pengadilan niaga dan kantor kurator;
  4. Setelah tidak ada yang keberatan atas daftar pembagian tersebut (point di atas) kurator memanggil kreditur/pajak untuk menerima tagihan masing-masing;
  5. Kurator wajib membuat pertanggungjawaban mengenai pengurusan dan pemberesan yang telah dilakukannya kepada hakim pengawas setelah berakhirnya kepailitan (Pasal 202 ayat 3).
sumber : kemenkumham



Read More