Pengertian Outsoucing
Dalam UU No. 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak ada ditemukan satu kata pun mengenai outsourcing.
Outsourcing sendiri berasal dari Bahasa Inggris yang memiliki arti yaitu alih
daya. Bahkan dalam terminologi hokum dan dalam kamus hokum dan juga dalam Black
Law Dictionary kata outsourcing tidak ada ditemukan. Kata outsouring hanya
dapat kita temukan pada kamus Webster Amerika, kosakata Inggris sejak 1982
yang menyediakan nomina outsourcing dan verba outsource.
Pengertian itu di Indonesia baru dikenal setelah tahun 2000. Jika keterangan
yang terdapat dalam kamus itu diindonesiakan, outsourcing ialah
“praktik menyubkontrak pekerjaan (manufaktur) kepada pihak di luar perusahaan”.
Verba outsource diartikan ”minta pihak di luar perusahaan sendiri
menangani sebagian dari tugas pekerjaan”.
Dalam pasal 64
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dinyatakan : “Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada
perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan
jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis”. Kata-kata dapat
menyerahkan sebagian pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh inilah yang
menjadi awal munculnya kata alih daya yang lebih dikenal dengan istilah
outsourcing.
Jika melihat
pada pasal 64 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, outsourcing dapat
diartikan sebagai penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan
lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa
pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.
baca juga Legalitas Outsourcing Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi
Dalam hal
penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui
perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat
secara tertulis harus juga memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terdapat
dalam pasal 65 ayat 2 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu : a.
dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama; b. dilakukan dengan perintah
langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan; c. merupakan kegiatan
penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan d. tidak menghambat proses
produksi secara langsung.
Ketentuan
lain yang juga mengatur penyerahan sebagian
pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan
pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh juga terdapat dalam pasal 66 ayat
1 s/d 4 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang harus diperhartikan
oleh perusahaan yang hendak mengadakan outsourcing.
0 Response to "Pengertian Outsoucing"
Post a Comment
berandahukum.com tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE