Post views: counter

Takut akan Tuhan adalah Permulaan Pengetahuan

Bentuk Perjanjian Kerja Buruh Outsourcing

Secara normatif, perusahan hanya dapat menyerahkan pekerjaan berikut ini kepaa perusahaan lain:
a.       Pekerjaan jasa kebersihan (cleaning service ) ;
b.      Jasa pengamanan ( security )
c.       Usaha penyediaan makanan ( catering ) ; dan
d.      Usaha jasa penunjang di sektor pertambangan dan minyak serta usaha penyediaan angkutan buruh.
Praktik outsrcing di indonesia tumbuh semakin subur setelah UU ketenagakerjaan diundangkan. UU ketenagakerjaan membolehkan pengusaha melakukan outsorcing terhadap pekerjaan dan tenaga kerja. Perusahan outsorcing sesuai hukum positif, dapat mempekerjakan buruh outsorcing dengan salah satu bentuk hubungan kerja berikut ini:
a.       Perjanjian kerja waktu tertentu ( PKWT ) ;
b.      Perjanjian kerja waktu tidak tertentu ( PKWTT );
Buruh outsorcing kembali mengajukan uji materi terhadap ketentuan outsorcing. Dalam putusan No. 27/ PUU-IX/2011 MK membatalkan frasa PKWT yang terdapat pada pasal 65 ayat (7) dan pasal 66 ayat (2) huruf b. Amar putusan MK memiliki dua sisi yang berbeda. Sisi pertama, putusan MK menyatakan hubungan kerja berupa PKWT tidak lagi mengikat di dalam perusahaan outsorcing. Di sisi ini, hubungan kerja outsorcing secara tersirat harus berbentuk PKWTT.  Sisi kedua , selain menyatakan frasa PWKT tidak mengikat, MK menyatakan boleh menggunakan PWKT sepanjang PWKT memuat syarat pengalihan perlindungan hak buruh bila objek kerjanya tetap ada.
baca juga Syarat Sahnya Suatu Perjanjian
Dalam praktik hubungan industrial ada fakta yang tidak bisa disangkal, yaitu hubungan kerja antara buruh dan perusahaan outsorcing dibuat dalam bentuk PWKT. Praktik outsorcing berlangsung tanpa batas. Perusahaan tertentu mempekerjakan buruh outsorcing mengerjakan bidang corebusiness perusahaan lain. Bahkan, untuk pekerjaan yang bersifat tetap, buruh outsorcing bekerja terus menerus dengan gonta ganti majikan.
Mengakhiri hubungan kerja buruh outsorcing selama ini, tampak sangat mudah. Hubungan kerja putus saat waktu dalam PWKT berakhir dan pada saat yang sama perusahaan outsorcing tidak wajib membayar uang pesangon. Kenyataan lain, bila perusahaan pengguna jasa buruh (user ) tidak puas dengan kinerja buruh, user mengembalikan buruh ke perusahaan outsorcing.
 Sistem outsorcing yang semakin terbuka membuka kesempatan pengusaha menyerahkan bidang pekerjaan yang bersifat terus menerus ke perusahaan outsorcing. Misalnya, pekerjaan pencatat meter listrik PLN, security, cleaning service, transport dan catering. Meskipun buruh kerja pada bidang pekerjaan yang sama dalam jangka panjang, buruh outsorcing bekerja dengan kontrak. Perusahaan penyedia jasa security selaku perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh, mempekerjakan security dengan PWK.
Perusahaan penyedia jasa tenaga security pasca putusan MK No. 27/PUU-IX/2011 harus mengubah bentuk hubungan kerja dengan security. Bila tetap menggunakan PWKT, diakhir kontrak, perusahan outsorcing harus membayar uang pesangon,. Bila merujuk pada putusan MK dan pasal 9 UU ketenagakerjaan, security merupakan pekerjaan yang bersifat tetap.
MK sudah dua kali mengadili permohonan seputar pembatalan ketentuan outsorcing. Permohonan pertama tergistrasi dengan No. 012/PUU-I/2003, dan yang kedua dengan register No. 012/PUU-I/2003 MK menyatakan sistem outsorcing bukan sistem perbudakan modren (modren slavery) dalam proses produksi. Karena itu, MK tidak membatalkan bagian apapun dari ketentuan outsorcing MK mengatakan, sistem outsorcing tidak bertentangan dengan konstitusi. Menurut MK, outsorcing sebagai kebijakan yang wajar dan relevan dengan efesiensi usaha. MK mendeskripsikan pertimbangannya sebagai berikut :.......... penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain mealui perjanjian pemborongan pekerjaan secara tertulis atau melalui perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh (perusahaan outsorcing) adalah kebijakan usaha yang wajar dari suatu perusahaan dalam rangka efesiensi usaha’’.

Dalam putusan No. 012/PUU-I/2003 dan no. 27/PUU-IX/2011-MK tidak mengatakan ketentuan outsorcing bertentangan dengan UUD 1945. MK hanya mengatakan frasa perjanjian kerja waktu tertentu (PWKT) dalam ayat (7) pasal 65 dan ayat (2) huruf b UU no.13 tahun 2003 tidak mengikat. Dengan demikian ketentuan outsorcing yang terdapat dalam UU ketenegakerjaan kecuali mengenai frasa PWKT tetap berlaku sebagai landasan hukum pengusaha melakukan outsorcing.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Bentuk Perjanjian Kerja Buruh Outsourcing"

Post a Comment

berandahukum.com tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE