Istilah-istilah dalam Hukum Acara Perdata
Beberapa istilah yang sering akan kita temukan dalam Hukum Acara Perdata baik dalam teori maupun prakteknya adalah :
1. Kekuasaan Relatif
Kewenangan mengadili atau kompetensi yurisdiksi pengadilan adalah untuk menentukan pengadilan mana (tempat) yang berwenang memeriksa dan memutus suatu perkara, sehingga pengajuan perkara tersebut dapat diterima dan tidak ditolak dengan alasan pengadilan tidak berwenang mengadilinya
1. Kekuasaan Relatif
Kewenangan mengadili atau kompetensi yurisdiksi pengadilan adalah untuk menentukan pengadilan mana (tempat) yang berwenang memeriksa dan memutus suatu perkara, sehingga pengajuan perkara tersebut dapat diterima dan tidak ditolak dengan alasan pengadilan tidak berwenang mengadilinya
2. Kekuasaan Absolut
kewenangan lingkungan peradilan tertentu untuk memeriksa dan memutus suatu perkara berdasarkan jenis perkara yang akan diperiksa dan diputus. Menurut Undang-undang No. 4 Tahun 2004, kekuasaan kehakiman (judicial power) yang berada di bawah Mahkamah Agung (MA) merupakan penyelenggara kekuasaan negara di bidang yudikatif yang dilakukan oleh lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara
kewenangan lingkungan peradilan tertentu untuk memeriksa dan memutus suatu perkara berdasarkan jenis perkara yang akan diperiksa dan diputus. Menurut Undang-undang No. 4 Tahun 2004, kekuasaan kehakiman (judicial power) yang berada di bawah Mahkamah Agung (MA) merupakan penyelenggara kekuasaan negara di bidang yudikatif yang dilakukan oleh lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara
3. Exceptie atau Eksepsi
Artinya tangkisan, maksudnya adalah bantahan atau tangkisan dari tergugat yang diajukannya ke Pengadilan karena tergugat digugat oleh penggugat yang tujuannya supaya Pengadilan tidak menerima perkara yang diajukan oleh penggugat karena adanya alasan tertentu.
Artinya tangkisan, maksudnya adalah bantahan atau tangkisan dari tergugat yang diajukannya ke Pengadilan karena tergugat digugat oleh penggugat yang tujuannya supaya Pengadilan tidak menerima perkara yang diajukan oleh penggugat karena adanya alasan tertentu.
4. Banding yang di sebut juga appel
Ialah permohonan pemeriksaan kembali terhadap putusan atau penetapan Pengadilan tingkat pertama karena merasa tidak puas atas putusan atau penetapan tersebut, ke Pengadilan tingkat banding yang mewilayahi Pengadilan tingkat pertama yang bersangkutan melalui Pengadilan tingkat pertama yang memutus tersebut, dalam tenggang waktu tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu.
5. Kasasi
Artinya mohon pembatalan terhadap putusan/ penetapan Pengadilan tingkat pertama atau terhadap putusan Pengadilan tingkat banding ke Mahkamah Agung di Jakarta, melalui Pengadilan tingkat pertama yang dahulu memutus, karena adanya alasan tertentu, dalam waktu tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu.
6. Petitum
Yaitu hal-hal apa yang diinginkan atau di minta oleh penggugat agar diputuskan, ditetapkan dan atau diperintahkan oleh hakim.
7. Posita atau Fundamenteum Petendi
Suatu gugatan harus memuat gambaran yang jelas mengenai duduknya persoalan, dengan lain perkataan dasar gugatan harus dikemukakan dengan jelas.
8. Perstek atau Verstek
Adalah pernyataan, bahwa tergugat tidak hadir, meskipun ia menurut hukum acara harus dating. Perstek hanya dapat dinyatakan, apabila pihak tergugat kesemuanya tidak dating menghadap pada sidang yang pertama, dan apabila perkara diundurkan sesuai dengan pasal 126 H.I.R., juga pihak tergugat kesemuanya tidak datang menghadap lagi.
9. Verzet
Artinya perlawanan terhadap putusan verstek yang telah dijatuhkan oleh Pengadilan tingkat pertama, yang diajukan oleh tergugat yang diputus verstek tersebut, dalam waktu tertentu, yang diajukan ke Pengadilan tingkat pertama yang memutus itu juga.
10. Nebis in idem
Proses selesai sama sekali dan seandainya suatu waktu diajukan kembali persoalan yang sama oleh salah satu pihak tersebut atau oleh ahliwaris dan mereka yang mendapatkan hak daripadanya, maka gugatan terakhir ini akan dinyatakan nebis in idem dan karenanya dinyatakan tidak dapat diterima.
11. Akta Otentik
Menurut Pasal 165 H.I.R. adalah surat yang dibuat oleh atau di hadapan pegawai umum yang berkuasa akan membuatnya, mewujudkan bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahliwarisnya serta sekalian orang yang mendapat hak daripadanya, yaitu tentang segala hal, yang tersebut dalam surat itu dan juga tentang yang tercantum dalam surat itu sebagai pemberitahuan saja, tetapi yang tersebut kemudian itu hanya sekedar yang di beritahukan itu langsung berhubung dengan pokok dalam akta itu.
12. Replik
Jawaban pertama, baik lisan ataupun tertulis dari tergugat.
13. Duplik
Jawaban penggugat atas jawaban itu (tergugat).
14. Prodeo
Perkara-perkara yang diperiksa secara prodeo berdasarkan ketentuan pasal 237 H.I.R. artinya tanpa bayaran.
15. Asas legitima persona standi in judicio
Setiap orang yang merasa memiliki dan ingin menuntut, mempertahankan atau membela hak tersebut berwenang untuk bertindak selaku para pihak, baik sebagai tergugat atau penggugat.
Ialah permohonan pemeriksaan kembali terhadap putusan atau penetapan Pengadilan tingkat pertama karena merasa tidak puas atas putusan atau penetapan tersebut, ke Pengadilan tingkat banding yang mewilayahi Pengadilan tingkat pertama yang bersangkutan melalui Pengadilan tingkat pertama yang memutus tersebut, dalam tenggang waktu tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu.
5. Kasasi
Artinya mohon pembatalan terhadap putusan/ penetapan Pengadilan tingkat pertama atau terhadap putusan Pengadilan tingkat banding ke Mahkamah Agung di Jakarta, melalui Pengadilan tingkat pertama yang dahulu memutus, karena adanya alasan tertentu, dalam waktu tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu.
6. Petitum
Yaitu hal-hal apa yang diinginkan atau di minta oleh penggugat agar diputuskan, ditetapkan dan atau diperintahkan oleh hakim.
7. Posita atau Fundamenteum Petendi
Suatu gugatan harus memuat gambaran yang jelas mengenai duduknya persoalan, dengan lain perkataan dasar gugatan harus dikemukakan dengan jelas.
8. Perstek atau Verstek
Adalah pernyataan, bahwa tergugat tidak hadir, meskipun ia menurut hukum acara harus dating. Perstek hanya dapat dinyatakan, apabila pihak tergugat kesemuanya tidak dating menghadap pada sidang yang pertama, dan apabila perkara diundurkan sesuai dengan pasal 126 H.I.R., juga pihak tergugat kesemuanya tidak datang menghadap lagi.
9. Verzet
Artinya perlawanan terhadap putusan verstek yang telah dijatuhkan oleh Pengadilan tingkat pertama, yang diajukan oleh tergugat yang diputus verstek tersebut, dalam waktu tertentu, yang diajukan ke Pengadilan tingkat pertama yang memutus itu juga.
10. Nebis in idem
Proses selesai sama sekali dan seandainya suatu waktu diajukan kembali persoalan yang sama oleh salah satu pihak tersebut atau oleh ahliwaris dan mereka yang mendapatkan hak daripadanya, maka gugatan terakhir ini akan dinyatakan nebis in idem dan karenanya dinyatakan tidak dapat diterima.
11. Akta Otentik
Menurut Pasal 165 H.I.R. adalah surat yang dibuat oleh atau di hadapan pegawai umum yang berkuasa akan membuatnya, mewujudkan bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahliwarisnya serta sekalian orang yang mendapat hak daripadanya, yaitu tentang segala hal, yang tersebut dalam surat itu dan juga tentang yang tercantum dalam surat itu sebagai pemberitahuan saja, tetapi yang tersebut kemudian itu hanya sekedar yang di beritahukan itu langsung berhubung dengan pokok dalam akta itu.
12. Replik
Jawaban pertama, baik lisan ataupun tertulis dari tergugat.
13. Duplik
Jawaban penggugat atas jawaban itu (tergugat).
14. Prodeo
Perkara-perkara yang diperiksa secara prodeo berdasarkan ketentuan pasal 237 H.I.R. artinya tanpa bayaran.
15. Asas legitima persona standi in judicio
Setiap orang yang merasa memiliki dan ingin menuntut, mempertahankan atau membela hak tersebut berwenang untuk bertindak selaku para pihak, baik sebagai tergugat atau penggugat.
0 Response to "Istilah-istilah dalam Hukum Acara Perdata"
Post a Comment
berandahukum.com tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE