Post views: counter

Takut akan Tuhan adalah Permulaan Pengetahuan

Perbedaan Antropologi dengan Hukum Adat

Dalam adat ke-18 par ailmuan barat banyak tertarik pada bahn-bahan tentang bangs -bangsa dan suku-suku bangsa (etnografi) di negara-negara jajahan, seperti di asia, afrika dan   amerika. Ban-bahan etnografi itu berasal dari karya-karya laporan para pengelena, musafir atau pelaut, petugas-petugas agama atau pegawai-pegawai pemrintah jajahan. Penguintegrasian bahan-bahan etnografi itu terjadi pada bad ke-19 sehingga sampai pada akhir abad ke-19 dari bahan-bahan etnografi itu lahir etnologi yang kemudian disebut antroplogi sebagai ilmu pengetahuan yang dipelajari di perguruan tinggi (perhatikan koentjaraningat, 1979:13-17). Begitu pual bahn etnografi di indonesia lahirlah etnologi dan ilmu pengetahuan hukum adat yang di pelopori van vollenhoven. Dengan demikian pada dasarnya antroplogi hukum (anthopological law) dan hukum adat (customary dan etnologi) itu bertitik pangkal dari sumber yang sama ioalah etnografi dan etnologi.
            Tetap jika tidak kita lihat segi manusia yang melakukan penelitian dan menempatkannya menjadi ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, mak dapat dilihat adanya perbedaan latar belakang budayanya. Para sarajan eropa kontinental, seperti dari jerman dan be;anda lebih banyak beriorentasi pada norma-norma hukum (normwissnschaften atau sollenwissnschaften) sedangkan para sarjan ari anglo-amerikan, lebih banyak beriorentasi pada perilaku-prilaku hukum atau peristiw-peristiwa hukum yang nyata (tatsachenwissnschaften atau seinwissnchaften). Jadi tidakalah heran jika hoebel sebagai seorang ahli antropologi hukum menyatakan bahwa :
‘’thus although the dutch in their works at idealized norm, their eports reveal a quality of accuracy and the fell of a greater reality most of the german products. Nevertheles, the systematic dutch adat-law studies, based as they are no the ideological approach, pay little attention to the testing of principles by cases, to the nature of he sanctions used, or to devition and the range permissible leeway (hoebel, 1979:33).
            Jadi, walupun karya penelitian belanda menuju pada norma-norma yang ideal, tetapi laporan mereka menunjukkan kualitas yang teliti dan menunjukkan kenyataan-kenyatan yang banyak daripada hasil penelitian jerman. Namun demikisn sistemstik studi hukum asdat belanda itu adalah didasrkan pada pendekatan  yang ideologis, kartena hanya sedikit urainnya sedikit sekali urainnya tentang pokok perkara, seperti bagaimana tentang pemakaian sanksi, bagaimana jiika terjadi penyimpangan dan bagaimana kemungkinan jalan keluarnya.
            Dari ungkapan hoebel tersebut maka jelaslah mengapa di ndonesia selama ini lebih mengembangkan hukum adat yang dipelajari di perguruan tinggi, terutama pada fakultas hukum daripada antropologi hukum ini belum banyak dikenal dan dipelajari di indonesia, apalagi pendekatan yang banyak dilaukan oleh para sarjan hukum adalah pendekatan ideologi bukan pendekatan elektika (electic approach) sebagaimana dilakukan dalam antroplogi hukum. Sesungguhnya perlu sekali bagi indonesia yang sedang berkembang dan sedang gencarnya melaksanakan pembangunan, pendekatan ideologis dan pendekatan elektika yang berpandangan luas itu dimanfaatkan bersama-sama
            Lebih lanjut untuk mengetahui latar belakang perbedaan antar antroplogi hukum dan ilmu hukum adat penulis dalam hal ini mencoba menguraikannya dengan berprgang pada uraian william twinning tentang stereotypes sarjana hukm dan sarjana ntropologi, yang mana sarjana diukatakan dengan aturan-aturan; mengutamakan problea yang kontemporer dan masa yang akan datang, mengarah pada sistem nasional dan sistem teknologi yang berkesenambungan; memusatkan perhatian paa hukum semata-mata dan mengutamakan masalah persengketaan; tetapi kurang sekali atau tidak percaya instuisi dan imaginasi serta lebbih banyak melakukan penelitian kepustakaan daripada penelitian lapangan.
            Hukum adat adalah sebagian dari ilmu pengetahuan hukum yang dipelajari oleh kerlompok profesi hukum dengan ruang lingkup yang lebih luas dari antropologi hukum. Kepustakaan hukum teoritis leih tua dan lebih padat daripada kepustakan antropologi sosial. Sasaran huykum adat meliputi kekuasaan politik, jembatan-jembatan praktis pemerintah umum, di mana para ahli hukum adat berperan serta       aktip dalam memberikan bimbingan dan bersifat kritis terhadap aktivuitas pemerintah. Di indonesia misalnya betapa besar peranan prof. Dr. Soepomo dalam membuat penjelasan undang-undang dasar 1945, beliaulah yang menempatkan betapapenting arti ‘’semangatí’’ dalam penyelenggaraan pemerintahan. Sebagaimana dikatakan dalam bagian umum IV penjelasan UUD 1945., anatra lain, ‘’ yang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hidupnya negara, ialah semangat, semangat para penyelenggara negara, semangat para pemimpin-pemimpin pemerintahan. Meskipun dibikin undang-undang dasar yang menurut kata-katanya bersifat kekeluargaan apabila semangat para penyelenggara negara, para pemimpin pemerintahan itu perseorangan, undang-undang dasar tadi tidak ada artinya dalam praktek.’’
            Kecenderungan para ahli hukum adat dalam melihat situasi hukum adalah berpartisipasi dan ikut berperan serta aktif dalam situasi itu, dengan memberikan bimbingan, penyuluhan, nasihat, pembelaan dan penyelesaian terhadap perselisihan. Lain halnya dengan para ahli antropologi yang hanya bersifat sebagai pengamat, tidak sebagai pemain tetapi sebagai penonton. Para ahli hukum selalu berusaha untuk mendp[atkan pemikiran-pemikiran yang objektif-praktis dan berusaha untuk mengidentifikasi dari dalam baik secara sadar atau tidak sadar mengenai tipe-tipe kegiatan tertentu dari para praktisi dalam melaksnakan proses hukum tertentu.
            Hukum adat merupakan suatu studi dengan sistematik tersendiri, yang uraiannya cenderung bersifat monokultur dan tersendiri, yang uraiannya cenderung bersifat monokultur dan etnosentrik, yang mana fungsinya sebagai ilmu pengetahuan adalah untuk menjelmakan mahasiswanya agar dapat memecahkan berbagai masalah budaya yang pelik. Brbeda dari antroplogi hukum yang mangaitkan studinya dengan budaya hukum asing agar orang-orang yang masih samar-samar pengetahuannya dapat mengetahuiperbedaan antara budaya hukum yang satu dengan budaya hukum yag lain. (perhatikan p.bohanan 1957).
            Selanjutnya bidang studi hukum adat meliputi hukum nasional, hukum dari suatu negara tertentu yang kebanyakan tidak tertulisdalam bentuk perundangan yang resmi dibuat oleh pihak penguasa pemerintah umum. Oleh karenanya maka pengertian hukum adat di indonesia, dikatakan ‘’hukum indonesia asli yang tidak tertulis dalam bentuk perundang-undangan republik indonesia yang di sana-sini mengandung unsur agama’’) BPHN, 1976:250). Lain halnya dengan antroplogi hukum yang hanya menitikberkatkan pada hukum dari suatu masyarakat  adat tertentu, dari suatu bagian suku atau suku tertentu dari daerah tertentu. Jadi mengarah pada hukum lokal.
            Penelitian hukum adat diarahkan pula pada sistem hukum masyarakat yang kehidupan ekonominya berkembang, sedangkan penelitian antropologi hukum diarahkan pada kasus-kasus yang terjadi sebagai akibat perubahan sistem hukum itu. Penelitian hukum adat bukan saja keadaan yang sekarang tetapi juga memandang jauh ke masa yang akan datang, dengan memperhatikan aspek-aspek hukum amsa lampau yang bagaimana yang perlu untuk sekarang dan yang akan datang. Jadi ia tidak hanya menyajikan seperti yang duilakukan oleh antropologi huum yang hanya bersifat indikatif dan temporal.
            Kemudian penelitian hukum adat bersifat rule-oriented, berorientasi pada hukum, pada aturan-aturan hukumnya, yang mana aturan-aturan hukum itu dilihat bagaimana isinya, tafsirannya pelaksanaannya dan evaluasinya. Sedangkan penelitian antropologi hukum cenderung untuk memperhatikan struktur, prose dan konspsi yang umum dari uraian aturan-aturan itu dalam kenyataannya. Ia bukan tidak percaya apakah aturan-aturan itu tidak berlaku lagi, tetapi ia ingin tahu bagaimana penerapan aturan-aturan itu sebenarnya.
            Dalam megolah penomena hukum bagi ahli hukum adat dipisahkan penomena hukum dari penomena sosial yang lain, sedangkan bagi ahli antropologi hukum hal itu dikaitkan. Jadi pengolahan hukum adat lebih kaku dari pengolahan antroplogi hukum, oleh karena sudah merup[akan tradisi pengolahan hukum sebagai suatu disiplin yang otonom; di mana tinjauan ilmiahnya menunjukan suatu tipe berdarah dingin (coldbloodly). Sehubungan dengan ini holmes menyatakan:
‘’ the law is not the place for the artist or the poet. The law is the calling of thunkers (holmes, 1913 22).
            jadi hukum bukanlah tempat para artis dan pujangga. Hukum itu adalah ilham dari pada ahi pikir. Dala, antropologi hukum ruang lingkupnya demikian luas termasuk hal-hal yang bersifat empaty (ketegasan), imagination (khayalan) dan intution (gerak hati).
            Tetapi jangan lupa pada apa yang dikatakan van vollenhoen mengenai perbedaan hukum adat dari hukum barat, bahwa dalam ilmu hukum barat banyak lembaga-lembaga hukum (rechts instellingen)dan kaidah-kaidah hukum (rechtsregels) yang tidak berdasar atau tak dapat dihubungkan dengan fsktor religiomagis dalamhukum (religieuze factor in het recht), asal saja bermanfaat, memberiuntung, praktis (nutting, voordelig, practish). Tetapi dlam hukum adat banyak lembaga-lembaga hukum dan klaidah-kaidah hukum yang berhubungan dengan tatanan dunia di luar dan di atas kemampuan manusia (hoogere weredorde) (soekanto, 1958: 154, hilman hadikusuma, 1980:27).
            Mempelajari kasus-kasus hukum yang terjadi, dalam hukum adat adalah dimaksudkan unutk, meningkatkan mutu para ahli hukum agar dapat menghadapi berbagai kasus yang pelik selanjutnya, agar menjadi bahan yang bermanfaat (pragmatis), dalam rangka memeriksa dan mempertimbangkan dalam menentukan suatu generalisasi, terhadap hal-hal yang diragukan, agar mempunyai kemampuan untuk menunjukkan adanya perbedaan-perbedaan yang penting dari hukum yang dikehendaki dan hukum yang nyata. sedangkan dalam antropologi hukum sebagaimana dikembangkan oleh kerja sama liwellyn dan hoebel dengan metode kasusnya juga demikian, maka dalam hal ini nampak adanya kesamaan objek, walaupun akan terdapat perbedaan analitis, sehubungan dengan hal itu max gluckman mengemukakan:
‘’ anthropologist have independently developed teh detailed analysis of a series of cesess and other incidents in the lives of the same set of people’’ (max gluckman 1967).
Jadi para ahli antropologi ia bebas untuk mengembangkan analisisnya terhadap berbagai kasus dan peristiwa yang sama dalam kehidupan masyarakat. Sebagai ahli antropologi ia akan lebih banyak menganalisis masalah menurut perilaku manusianya, sedangkan bagi ahli hukum ia akan lebih banyak melihat dan menganalisis secara normatf-ideologis.
Akhirnya dalam tradisi pendekatan hukum adat adalah melakukan penelitian kepustakaan yang seluas-luasnya, sehingga sedikit sekali melakukan penelitian empiris dan masih sedikit pula yang menggunakan sistem teknik kerja lapangan yang sistematis. Lain halnya dengan ahli antropologi hukum yang tegas-tegas manyatakan perlunya dilaksnakan penelitian lapangan. Gambaran perbedaan antropologi hukum dan ilmu hukum adat diuraikan tersebut masih juga merupakan suatu hipotesa, suatu perkiraan yang masih samar,masih juga perlu dilihat kenyataan yang sesungguhnya. Namun sebagaimana dikatakan william twinning, ‘’however, they serve as rough working tools fpr the immediate purpose’’ (w. Twinning, 1973:575). Betapapun juga ia dapat digunakan sebagai alat kerja yang masih kasar untuk suatu tujuan lebih jauh.
Manfaat yang dapat ditarik dari pengetahuan perbedaan antara antropologi hukum dan ilmu hukum adat ialah betapa pentingnya antara kedua ilmu itu untuk dapat saling mengisi kekurangannya. Hasil kerja sama  antara ahli hukum liewellyn dan ahliantropologi hoebel, menunjukkan manfaatnya kerja sama antardisiplin ilmu, bukan saja antara hukum dan antropologi tetapi juga antara hukum dan ilmu-ilmu sosial yang lain, bahkan menurut penulis begitu juga natar para ahli hukum dengan para ahli ilmu kesehatan, teknik pembangunan, pertanian, kehutanan dan lain sebagainya.
Di indonesia sejak permulaan abad 20 para ahli hukum adat telah menyadari betapa pentingnya antropologi sebagai ilmu pembantu dalam penelitian hukum adat, sehingga dengan demikian dapat difahami latar belakang budaya dari manusia, masyarakat dan hukum adat yang berlaku setempat. Pendekatan elektika bukan saaja milik dari antroplopgi hukum semata, tetapi juga patut digunakan oleh para sarjana hukm baik para teoretisi maupun praktisi.
Pendekatan hukum yang bersifat normatif-ideologis semata, walaupun di kalangan hukum dikenal ilmu penafisran hukum, akan menyebabkan para ahli hukum berpikir sempit, sedangkan manusia sebagai akiat modrenisasi dan pembangunan berjalan tiada hentinya.
Dengan mempelajri antropologi hukum, maka titik perhatian akan diarahakan pada manusia, pada perilaku budaya dan perilaku hukum manusia, baik perilaku manusia dalam profesi hukum, maupun manusia sebagai anggota masyarakat yang mendukung hukumbersangkutan. Dengqan menggnakan antropologi hukum akan dapat dipecahkan maslah kanyataan-kenyataan hukum, peristiwa-peristiwa hukum yang sulit dijawab oleh hukum perundangan. Banyak terjadi peristiwa hukum yang menurut penilaian hukum perundangan bertentangan dengan kesadaran hukum dan keadilan masyarakat, hal itu merupakan bahan disklusi yang hangat.
Ketika tulisan ini disiapkan, penulis menyaksikan suatu peristiwa hukum yang mengerikan, yaitu suatu kejadian yang diistilahkan masyarakat awan ‘’misterius’’ di suatu tempat di daerah kabupaten lampung selatan. Penjahat itu mati ditembak msiterius kata pak tani di desa transmigrasi itu, biar dia mampus, pak. Penulis bertantya kepada penduduk yang lain, yang tua yang muda, yang pria yang wanita, kesemuanya menjawab setuju, walaupun yang mati itu adalah tetangga mereka. Sebagian besar penduduk desa itu tahu bahwa yan mati itu adalah otak perampokan di desa mereka, ia adalah rsdivis alais bromocorah ujar perangkat desa, sekarang desa aman kata yang satu lagi. Bagaimana pembaca sekalian terhadap kenyataan ini? Soal ini bukan semat-mata soal hukum perundangan, soal hak-hak asasi manusia yang merupakan landasan kitab undang-undag hukum acara pidana No. 8 tahun 1981, tetapi ia juga soal antropologi hukum dengan prilaku manusianya dan kenyataan yang disetujui masyarakat setempat, dan juga soal hukum adat yang lebih mengutamakan tujuan hukum dan keadilan, ketertiban dan keamanan, bukan semata peradilan dan perundangan.

Hukum dalam ilmu hukum adat adalah aturan yang dikehendaki berlaku oleh masyarakat, seangkan hukum dalam antropologi  hukum adalah suatu sistem kontrol sosial, ia merupakan suatu aktivitas budaya manusia dalam bidang kontrol sosial. Oleh karenannya bagi antropologi hukum bahan-bahan hukum adqat yang di indonesia tidak sedikit sudah di bukukan merupakan bahan yang berguna untuk mempelajari kenyataan berlakunya dalam masyarakat, dengan memperhatikan berbagai peristiwa hukum yang terjadi. Sebaliknya bagi ilmu hukum adat bahan-bahan hasil penelitian antyroplogi hukum itu berguna untuk mengetahui apakah norma-norma hukum adat yang telah dibukukan selama ini masih berlaku sepenuhnuya, ataukah sudah berubah dan tidak berlaku lagi. 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Perbedaan Antropologi dengan Hukum Adat"

Post a Comment

berandahukum.com tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE