Takut akan Tuhan adalah Permulaan Pengetahuan

Asas-asas Hukum Perbankan

Asas-asas Hukum Perbankan


a. Asas demokrasi ekonomi
Asas demokrasi ekonomi ditegaskan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 setelah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Ini berarti fungsi dan usaha perbankan diarahkan untuk melaksanakan prinsip-prinsip yang terkandung dalam demokrasi ekonomi yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

b. Asas kepercayaan (fiduciary principle)
Adalah suatu asas yang menyatakan bahwa usaha Bank dilandasi oleh hubungan ke.percayaan antara Bank dan nasabahnya. Bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan padanya atas dasar kepercayaan, sehingga setiap bank perlu terus menjaga kesehatannya dengan tetapp mempertahankan kepercayaannya.

c. Asas kerahasiaan (Confidential Principle)
Asas yang mengharuskan atau mewajibkan merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan. Dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyatakan bahwa bank wajib merahasiakan informasi mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.





d. Asas kehati-hatian (Prudential Principle)
Adalah suatu asas yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya. Hal ini disebutkan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan bahwa perbankan Indoneia dalam melaksanakan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan asas kehati-hatian. Tujuan diberlakukannya prinsip kehati-hatian tidak lain adalah agar bank selalu dalam keadaan sehat (Lukman Santoso, 2011: 36-38).


















Read More
Program Peningkatan Perlindungan Nasabah

Program Peningkatan Perlindungan Nasabah

ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA
PROGRAM PENINGKATAN PERLINDUNGAN NASABAH
"Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan"
Program ini bertujuan untuk memberdayakan nasabah melalui penetapan standar penyusunan mekanisme pengaduan nasabah, pendirian lembaga mediasi independen, peningkatan transparansi informasi produk perbankan dan edukasi bagi nasabah. Dalam waktu dua sampai lima tahun ke depan diharapkan program-program tersebut dapat meningkatkan kepercayaan nasabah pada sistem perbankan.




:: Tahapan Program Peningkatan Perlindungan Nasabah
NoKegiatan (Pilar VI)Periode Pelaksanaan
1Menyusun standar mekanisme pengaduan nasabah
a.Menetapkan persyaratan minimum mekanisme pengaduan nasabah2004-2005
b.Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan ketentuan yang mengatur mekanisme pengaduan nasabah2006-2010
2Membentuk lembaga mediasi independen2004-2008
- Memfasilitasi pendirian lembaga mediasi perbankan
3Menyusun transparansi informasi produk
a.Memfasilitasi penyusunan standar minimum transparansi informasi produk bank2004-2005
b.Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan ketentuan yang mengatur transparansi informasi produk2006-2010
4Mempromosikan edukasi untuk nasabah
a.Mendorong bank-bank untuk melakukan edukasi kepada nasabah mengenai produk-produk finansialMulai 2004
b.Meningkatkan efektifitas kegiatan edukasi masyarakat mengenai perbankan syariah melalui Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (PKES)Mulai 2004​
sumber : ojk

Read More
Prinsip Mengenal Nasabah dan Anti Pencucian Uang

Prinsip Mengenal Nasabah dan Anti Pencucian Uang

PRINSIP MENGENAL NASABAH DAN ANTI PENCUCIAN UANG

Prinsip Mengenal Nasabah dan Anti Pencucian Uang

PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME (APU DAN PPT)
Sebagai salah satu upaya untuk mencegah masuknya uang hasil tindak kejahatan ke dalam industri perbankan, Bank Indonesia telah menerbitkan ketentuan terkait dengan pencucian uang sejak tahun 2001 mengenai Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles). Selanjutnya ketentuan dimaksud disempurnakan pada tahun 2009 dengan mengadopsi rekomendasi dengan standar internasional yang lebih komprehensif untuk mencegah dan memberantas pencucian uang dan/atau pendanaan terorisme yang dikeluarkan oleh Financial Action Task Force (FATF), yang dikenal dengan Rekomendasi 40 + 9 FATF. Rekomendasi tersebut juga digunakan oleh masyarakat internasional dalam penilaian terhadap kepatuhan suatu negara terhadap pelaksanaan program APU dan PPT. Terdapat penyesuaian terminologi dari sebelumnya menggunakan terminologi “KYC” berubah menjadi terminologi “CDD/Customer Due Dilligence”
Seiring dengan perkembangan produk, aktivitas dan teknologi informasi bank yang semakin kompleks dikhawatirkan dapat meningkatkan peluang bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menggunakan produk/jasa bank dalam membantu tindak kejahatannya, Untuk itu, agar penggunaan bank sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme dapat diminimalisir, diperlukan peranan bank yang lebih besar dari sebelumnya yaitu dengan menerapkan Program APU dan PPT yang optimal dan efektif. Penerapan program APU dan PPT oleh bank tidak saja penting untuk pemberantasan pencucian uang, melainkan juga untuk mendukung penerapan prudential banking yang dapat melindungi bank dari berbagai risiko yang mungkin timbul antara lain risiko hukum, risiko reputasi dan risiko operasional.




Selain itu, dalam rangka mewujudkan rezim APU dan PPT yang lebih optimal, Bank Indonesia senantiasa secara aktif dan berkesinambungan melakukan koordinasi dengan instansi terkait antara lain Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK) dan universitas.​
sumber : ojk


Read More
Bank dalam pengawasan khusus

Bank dalam pengawasan khusus

BANK DALAM PENGAWASAN KHUSUS (SPECIAL SURVEILLANCE)
BANK DALAM PENGAWASAN KHUSUS (SPECIAL SURVEILLANCE)
Program restrukturisasi perbankan nasional telah dilaksanakan melalui langkah-langkah antara lain pembentukan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), program penjaminan Pemerintah, dan program rekapitalisasi perbankan. Dalam perkembangannya masih terdapat Bank yang dinilai mengalami kesulitan yang dapat membahayakan kelangsungan usahanya dan atau sistem perbankan nasional.
Sehubungan dengan itu terhadap Bank dimaksud perlu dilakukan langkah-langkah tertentu seperti pengawasan intensif dan pengawasan khusus, agar sistem perbankan yang sehat dapat tercipta secara efektif. Bagi Bank yang masih mempunyai prospek untuk menjadi sehat perlu dilakukan langkah-langkah perbaikan dan penyehatan atau bagi Bank yang tidak mungkin lagi dapat disehatkan perlu dilakukan langkah-langkah penyelesaian. Oleh karena itu perlu ditetapkan persyaratan dan kriteria yang jelas serta transparan mengenai tingkat kesulitan Bank dalam kegiatan usahanya, serta langkah-langkah koordinasi dan mekanisme yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan restrukturisasi perbankan nasional. Langkah-langkah koordinasi antara Bank Indonesia dengan BPPN dalam rangka restrukturisasi perbankan nasional antara lain dituangkan dalam Kesepakatan Bersama antara Gubernur Bank Indonesia dan Ketua BPPN.
Sesuai dengan program rekapitalisasi perbankan, maka pada akhir tahun 2001 perbankan diwajibkan untuk memenuhi rasio kewajiban penyediaan modal minimum sama dengan atau lebih besar dari 8% (delapan perseratus).
:: Strategi Pengawasan oleh Bank Indonesia
Dalam rangka menjalankan tugas pengawasan, Bank Indonesia menetapkan beberapa jenis pengawasan yang didasarkan atas analisis terhadap kondisi suatu bank tertentu yaitu:
  1. Pengawasan Normal (Rutin)
  2. Pengawasan Intensif (Intensive Supervision)
  3. Pengawasan Khusus (Special Surveillance)




Dalam prakteknya, Bank Indonesia juga tetap mengawasi Bank Dalam Penyehatan (BDP), dan memantau penyelesaian kewajiban dari Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU), serta Bank Dalam Likuidasi (BDL) yang ditetapkan oleh peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
:: Pendekatan Pengawasan oleh Bank Indonesia
Dalam menjalankan strategi pengawasan tersebut di atas, pendekatan pengawasan yang dilakukan terbagi atas dua jenis kegiatan yaitu pengawasan tidak langsung (off site supervision) dan pengawasan langsung (on site examination). Secara ringkas, pengawasan tidak langsung merupakan tindakan pengawasan dan analisis yang dilakukan berdasarkan laporan berkala (regulatory reports) yang disampaikan oleh Bank, informasi dalam bentuk komunikasi lain serta informasi dari pihak lain. Sementara itu, pengawasan langsung dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan pada Bank untuk meneliti dan mengevaluasi tingkat kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku. Termasuk dalam kedua jenis pendekatan pengawasan tersebut di atas analisis kondisi Bank, saat ini dan diwaktu yang akan datang (forward looking).
:: Pengawasan Normal
Pengawasan ini dilakukan terhadap Bank yang memenuhi kriteria tidak memiliki potensi atau tidak membahayakan kelangsungan usahanya. Umumnya, frekuensi pengawasan dan pemantauan kondisi Bank dilakukan secara normal sedangkan pemeriksaan terhadap jenis Bank ini dilakukan secara berkala atau sekurang-kurangnya setahun sekali.
:: Pengawasan Intensif
Pengawasan intensif ini dilakukan Bank yang memenuhi yang memiliki potensi kesulitan yang dapat membahayakan kelangsungan usahanya. Langkah-langkah yang dilakukan Bank Indonesia pada Bank dengan status Pengawasan Intensif, antara lain:
  1. Meminta Bank untuk melaporkan hal-hal tertentu kepada Bank Indonesia.
  2. Melakukan peningkatan frekuensi pengkinian dan penilaian rencana kerja dengan penyesuaian terhadap sasaran yang akan dicapai.
  3. Meminta Bank untuk menyusun rencana tindakan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi.
  4. Menempatkan pengawas dan atau pemeriksa Bank Indonesia pada Bank, apabila diperlukan.




Bagi Bank dalam Pengawasan Intensif yang tidak menghasilkan perbaikan kondisi keuangan dan manajerial dan berdasarkan analisis Bank Indonesia diketahui bahwa Bank tersebut dapat diklasifikasikan sebagai Bank yang memiliki kesulitan yang dapat membahayakan kelangsungan usahanya, maka Bank tersebut selanjutnya ditetapkan sebagai Bank dengan status Pengawasan Khusus. Disamping itu, apabila diperlukan, intensitas pemeriksaan langsung pada Bank pada umumnya meningkat terutama dalam rangka memantau perkembangan kinerja berdasarkan komitmen dan rencana perbaikan yang disampaikan manajemen Bank kepada Bank Indonesia.
:: Pengawasan Khusus
Pengawasan terhadap bank yang dinilai mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya. Terhadap Bank dengan status Pengawasan Khusus ini maka beberapa tindakan Bank Indonesia yang diambil, antara lain:
  1. Memerintahkan Bank dan atau pemegang saham Bank untuk mengajukan rencana perbaikan permodalan (capital restoration plan) secara tertulis kepada Bank Indonesia.
  2. Memerintahkan Bank untuk memenuhi kewajiban melaksanakan tindakan perbaikan (mandatory supervisory actions).
  3. Memerintahkan Bank dan atau pemegang saham Bank untuk melakukan tindakan antara lain:
    • mengganti dewan komisaris dan atau direksi Bank;
    • menghapusbukukan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang tergolong macet dan memperhitungkan kerugian Bank dengan modal Bank;
    • melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain;
    • menjual Bank kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban Bank;
    • menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan Bank kepada pihak lain;
    • menjual sebagian atau seluruh harta dan atau kewajiban Bank kepada bank atau pihak lain; dan atau
    • membekukan kegiatan usaha tertentu Bank.
Adapun larangan dan pembatasan bagi Bank dalam Pengawasan Khusus, antara lain:
  1. Bank dilarang melakukan pembayaran distribusi modal (pembagian deviden atau pemberian bonus);
  2. Bank dilarang melakukan transaksi dengan pihak terkait atau pihak lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
  3. Bank dikenakan pembatasan pertumbuhan aset;
  4. Bank dilarang melakukan pembayaran terhadap pinjaman subordinasi;
  5. Bank dikenakan pembatasan kompensasi kepada pihak terkait;




Selain tindakan perbaikan Bank yang diwajibkan tersebut, Bank Indonesia juga Bank yang telah ditetapkan dengan status Bank dalam Pengawasan Khusus pada homepage Bank Indonesia. Sebaliknya, dalam rangka keseimbangan informasi kepada publik, maka apabila kondisi Bank membaik dan tidak terkategori sebagai Bank dalam Pengawasan Khusus, maka Bank Indonesia juga akan mengumumkannya.
Jangka waktu Bank dengan status Pengawasan Khusus adalah paling lama tiga bulan bagi Bank yang tidak terdaftar pada Pasar Modal atau enam bulan bagi Bank yang terdaftar pada Pasar Modal (listed Banks). Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang dan perpanjangan dapat diberikan maksimal satu kali dan paling lama tiga bulan. Pertimbangan perpanjangan tersebut terutama yang berkaitan dengan proses hukum yang diperlukan antara lain perubahan anggaran dasar, pengalihan hak kepemilikan, proses perizinan, dan proses kaji tuntas oleh investor baru (due diligence).
Pada umumnya frekuensi dan intensitas pengawasan dan pemeriksaan meningkat terutama dalam rangka memantau perkembangan kinerja dan komitmen serta kewajiban Bank yang diperintahkan oleh Bank Indonesia. Selanjutnya berdasarkan analisis dan pemantauan dimaksud, apabila diketahui bahwa kondisi Bank semakin memburuk, maka terdapat dua alternatif resolusi Bank dimaksud, yaitu Bank diserahkan kepada BPPN dengan status Bank Dalan Penyehatan (BDP) atau Bank Beku Kegiatan Usaha.
:: Bank Dalam Penyehatan
Bank dapat ditetapkan dengan status Bank Dalam Penyehatan apabila Bank tersebut dinilai masih memiliki potensi untuk dapat diperbaiki terutama dari aspek permodalan. Selama proses penyehatan Bank oleh BPPN, komunikasi dan kerjasama antara Bank Indonesia dengan BPPN intensif dilakukan terutama yang berkaitan dengan perkembangan indikator utama kinerja Bank, antara lain kinerja permodalan, rasio likuiditas (Giro Wajib Minimum), non-performing loan, ketentuan prudensial (BMPK, PDN, PPAP), dan indikasi pencapaian rencana kerja. Apabila kondisi membaik dan program penyehatan telah selesai dilakukan atau dinyatakan berhasil, maka status BDP dicabut dan Bank diserahkan kembali kepada Bank Indonesia untuk dilakukan pengawasan yang diperlukan. Sebaliknya, apabila kondisi Bank semakin memburuk, status BDP dapat berubah menjadi Bank Beku Kegiatan Usaha.
:: Bank Beku Kegiatan Usaha
Bank ditetapkan dengan status Bank Beku Kegiatan Usaha apabila Bank memenuhi persyaratan bahwa kondisi Bank menurun sangat tajam atau program penyehatan BPPN atas Bank Dalam Penyehatan (BDP) tidak dapat diselesaikan oleh Bank dalam jangka waktu yang disepakati atau berdasarkan pertimbangan BPPN, program penyehatan tidak dapat dilaksanakan meskipun jangka waktu yang disepakati belum terlampaui. Selanjutnya dalam hal BPPN telah selesai melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk penyelesaian Bank dengan status BBKU, penyelesaian berikutnya dilakukan tahapan-tahapan pencabutan izin usaha, pembubaran badan hukum, serta likuidasi Bank.​
sumber : ojk





Read More
Fungsi dan Tugas Pokok OJK pada sektor Perbankan

Fungsi dan Tugas Pokok OJK pada sektor Perbankan

Bidang Pengawasan Sektor Perbankan mempunyai fungsi penyelenggaraan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi pada sektor perbankan.
Dalam melaksanakan fungsi Bidang Pengawasan Sektor Perbankan menyelenggarakan tugas
pokok:
  • Melakukan penelitian dalam rangka mendukung pengaturan bank dan pengembangan sistem pengawasan bank;
  • Melakukan pengaturan bank dan industri perbankan;
  • Menyusun sistem dan ketentuan pengawasan bank;
  • Melakukan pembinaan, pengawasan, dan pemeriksaan bank;
  • Melakukan penegakan hukum atas peraturan di bidang perbankan;
  • Melakukan pemeriksaan khusus dan investigasi terhadap penyimpangan yang diduga mengandung unsur pidana di bidang perbankan;
  • Melaksanakan remedial dan resolusi bank yang memiliki kondisi tidak sehat sebagai tindak lanjut dari hasil pengawasan bank yang normal; 
  • Mengembangkan pengawasan perbankan;
  • Memberikan bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perbankan; dan
  • Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Dewan Komisioner.





Read More
Kegiatan Usaha Bank

Kegiatan Usaha Bank

BANK UMUM
Pada Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Bank disebutkan sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah, yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Kegiatan Usaha Bank Umum

Kegiatan usaha yang dapat dilaksanakan oleh Bank Umum:
  • Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
  • Memberikan kredit.
  • Menerbitkan surat pengakuan utang.
  • Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya:
    • Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud.
    • Surat pengakuan utang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud.
    • Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah.
    • Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
    • Obligasi.
    • Surat dagang berjangka waktu sampai dengan satu (1) tahun.
    • Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan satu (1) tahun
  • Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah.
  • Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya.
  • Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan antar pihak ketiga.
  • Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.
  • Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak.
  • Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.
  • Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat.
  • Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
  • Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selain itu Bank Umum dapat pula:

  • Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
  • Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
  • Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, dan
  • Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus pensiun sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.​




BANK PERKREDITAN RAKYAT
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah, yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Kegiatan BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum karena BPR dilarang menerima simpanan giro, kegiatan valas, dan perasuransian.

Kegiatan Usaha Bank Perkreditan Rakyat

Berikut usaha yang dapat dilaksanakan oleh BPR:
  • Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
  • Memberikan kredit.
  • Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah,sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
  • Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain.

BANK SYARIAH
Pengembangan sistem perbankan syariah di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API), untuk menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakin lengkap kepada masyarakat Indonesia. Secara bersama-sama, sistem perbankan syariah dan perbankan konvensional secara sinergis mendukung mobilisasi dana masyarakat secara lebih luas untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional.
Karakteristik sistem perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinimati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.
Dalam konteks pengelolaan perekonomian makro, meluasnya penggunaan berbagai produk dan instrumen keuangan syariah akan dapat merekatkan hubungan antara sektor keuangan dengan sektor riil serta menciptakan harmonisasi di antara kedua sektor tersebut. Semakin meluasnya penggunaan produk dan instrumen syariah disamping akan mendukung kegiatan keuangan dan bisnis masyarakat juga akan mengurangi transaksi-transaksi yang bersifat spekulatif, sehingga mendukung stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan, yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian kestabilan harga jangka menengah-panjang.
Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65% pertahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan.
Kebijakan Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia
Untuk memberikan pedoman bagi stakeholders perbankan syariah dan meletakkan posisi serta cara pandang Bank Indonesia dalam mengembangkan perbankan syariah di Indonesia, selanjutnya Bank Indonesia pada tahun 2002 telah menerbitkan “Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia”. Dalam penyusunannya, berbagai aspek telah dipertimbangkan secara komprehensif, antara lain kondisi aktual industri perbankan syariah nasional beserta perangkat-perangkat terkait, trend perkembangan industri perbankan syariah di dunia internasional dan perkembangan sistem keuangan syariah nasional yang mulai mewujud, serta tak terlepas dari kerangka sistem keuangan yang bersifat lebih makro seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI) maupun international best practices yang dirumuskan lembaga-lembaga keuangan syariah internasional, seperti IFSB (Islamic Financial Services Board), AAOIFI dan IIFM.
Pengembangan perbankan syariah diarahkan untuk memberikan kemaslahatan terbesar bagi masyarakat dan berkontribusi secara optimal bagi perekonomian nasional. Oleh karena itu, maka arah pengembangan perbankan syariah nasional selalu mengacu kepada rencana-rencana strategis lainnya, seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API), Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI), serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Dengan demikian upaya pengembangan perbankan syariah merupakan bagian dan kegiatan yang mendukung pencapaian rencana strategis dalam skala yang lebih besar pada tingkat nasional.
“Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia” memuat visi, misi dan sasaran pengembangan perbankan syariah serta sekumpulan inisiatif strategis dengan prioritas yang jelas untuk menjawab tantangan utama dan mencapai sasaran dalam kurun waktu 10 tahun ke depan, yaitu pencapaian pangsa pasar perbankan syariah yang signifikan melalui pendalaman peran perbankan syariah dalam aktivitas keuangan nasional, regional dan internasional, dalam kondisi mulai terbentuknya integrasi dgn sektor keuangan syariah lainnya.




Dalam jangka pendek, perbankan syariah nasional lebih diarahkan pada pelayanan pasar domestik yang potensinya masih sangat besar. Dengan kata lain, perbankan Syariah nasional harus sanggup untuk menjadi pemain domestik akan tetapi memiliki kualitas layanan dan kinerja yang bertaraf internasional.
Pada akhirnya, sistem perbankan syariah yang ingin diwujudkan oleh Bank Indonesia adalah perbankan syariah yang modern, yang bersifat universal, terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Sebuah sistem perbankan yang menghadirkan bentuk-bentuk aplikatif dari konsep ekonomi syariah yang dirumuskan secara bijaksana, dalam konteks kekinian permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia, dan dengan tetap memperhatikan kondisi sosio-kultural di dalam mana bangsa ini menuliskan perjalanan sejarahnya. Hanya dengan cara demikian, maka upaya pengembangan sistem perbankan syariah akan senantiasa dilihat dan diterima oleh segenap masyarakat Indonesia sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan negeri.
Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah
Sebagai langkah konkrit upaya pengembangan perbankan syariah di Indonesia, maka Bank Indonesia telah merumuskan sebuah Grand Strategi Pengembangan Pasar Perbankan Syariah, sebagai strategi komprehensif pengembangan pasar yg meliputi aspek-aspek strategis, yaitu: Penetapan visi 2010 sebagai industri perbankan syariah terkemuka di ASEAN, pembentukan citra baru perbankan syariah nasional yang bersifat inklusif dan universal, pemetaan pasar secara lebih akurat, pengembangan produk yang lebih beragam, peningkatan layanan, serta strategi komunikasi baru yang memposisikan perbankan syariah lebih dari sekedar bank.
Selanjutnya berbagai program konkrit telah dan akan dilakukan sebagai tahap implementasi dari grand strategy pengembangan pasar keuangan perbankan syariah, antara lain adalah sebagai berikut:
Pertama, menerapkan visi baru pengembangan perbankan syariah pada fase I tahun 2008 membangun pemahaman perbankan syariah sebagai Beyond Banking, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.50 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 40%, fase II tahun 2009 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah paling atraktif di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.87 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 75%. Fase III tahun 2010 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah terkemuka di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.124 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 81%.
Kedua, program pencitraan baru perbankan syariah yang meliputi aspek positioning, differentiation, dan branding. Positioning baru bank syariah sebagai perbankan yang saling menguntungkan kedua belah pihak, aspek diferensiasi dengan keunggulan kompetitif dengan produk dan skema yang beragam, transparans, kompeten dalam keuangan dan beretika, teknologi informasi yang selalu up-date dan user friendly, serta adanya ahli investasi keuangan syariah yang memadai. Sedangkan pada aspek branding adalah “bank syariah lebih dari sekedar bank atau beyond banking”.
Ketiga, program pemetaan baru secara lebih akurat terhadap potensi pasar perbankan syariah yang secara umum mengarahkan pelayanan jasa bank syariah sebagai layanan universal atau bank bagi semua lapisan masyarakat dan semua segmen sesuai dengan strategi masing-masing bank syariah.
Keempat, program pengembangan produk yang diarahkan kepada variasi produk yang beragam yang didukung oleh keunikan value yang ditawarkan (saling menguntungkan) dan dukungan jaringan kantor yang luas dan penggunaan standar nama produk yang mudah dipahami.
Kelima, program peningkatan kualitas layanan yang didukung oleh SDM yang kompeten dan penyediaan teknologi informasi yang mampu memenuhi kebutuhan dan kepuasan nasabah serta mampu mengkomunikasikan produk dan jasa bank syariah kepada nasabah secara benar dan jelas, dengan tetap memenuhi prinsip syariah; dan
Keenam, program sosialisasi dan edukasi masyarakat secara lebih luas dan efisien melalui berbagai sarana komunikasi langsung, maupun tidak langsung (media cetak, elektronik, online/web-site), yang bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang kemanfaatan produk serta jasa perbankan syariah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Dokumentasi tentang Perbankan Syariah:

Read More
Tujuan, Fungsi dan Tugas OJK

Tujuan, Fungsi dan Tugas OJK

TUJUAN
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:
  1. Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel,
  2. Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan
  3. Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.





FUNGSI
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai fungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan.
TUGAS
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai tugas melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, sektor Pasar Modal, dan sektor IKNB.

Read More
Kesehatan Bank

Kesehatan Bank

Kesehatan Bank

Kesehatan bank dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku.


Pengertian tentang kesehatan bank diatas merupakan suatu batasan yang sangat luas, karena kesehatan bank memang mencakup kesehatan bank untuk melaksanakan seluruh kegiatan usaha perbankannya kegiatan tersebut meliputi :




Kemampuan menghimpun dana masyarakat dari lembaga lain dan dari modal sendiri 
Kemampuan mengolah dana 
Kemampuan untuk menyalurkan dana ke masyarakat 
Kemampuan memenuhi kewajiban kepada masyarakat, karyawan, pemilik modal dan pihak lain 
Pemenuhan peraturan perbankan yang berlaku 

Aturan Kesehatan Perbankan

Berdasarkan Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia. UU tersebut lebih lanjut menetapkan bahwa : 
Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen, likuiditas, solvabilitas & aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. 
Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank 
Bank wajib menyampaikan kepada BI segala keterangan dan penjelasan mengenai usahanya menurut tata cara yang ditetapkan oleh BI 
Bank atas permintaan BI, wajib memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas yang ada padanya serta wajib memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala keterangan, dokumen dan penjelasan yang dilaporkan oleh bank yang bersangkutan 
Bank Indonesia melakukan pemeriksaaan terhadap bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan, BI dapat menugaskan akuntan publikuntuk dan atas nama bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan terhadap bank. 
Bank wajib menyampaikan kkca, perhitungan laba rugi tahunan dan penjelasannya, serta laporan berkala lainnya dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh BI. Neraca dan perhitungan laba rugi dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan BI 




Aspek-Aspek Penilaian

Penilaian untuk menentukan kondisi suatu bank, biasanya menggunakan berbagai alat ukur. Salah satu alat ukur yang utama yang digunakan untuk menentukan kondisi suatu bank dikenal dengan nama analisis CAMEL. Analisis ini terdiri dari aspek capital, assets, management, earning dan liquidity. Hasil dari salah satu aspek ini kemudian akan menghasilkan kondisi bank.

a. Aspek Permodalan (Capital)

Penilaian pertama aspek permodalan (Capital) suatu bank. Dalam aspek ini yang dinilai adalah permodalan yang dimiliki oleh bank yang didasarkan pada kewajiban penyediaan kewajiban penyediaan modal minimum bank. Penilaian tersebut didasarkan kepada CAR (Capital Adequcy Ratio) yang telah ditetapkan BI perbandingan rasio CAR adalah rasio modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (AMTR). Sesuai ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah, maka CAR perbankan untuk tahun 2002 minimal harus 8%. Bagi bank yang memiliki CAR dibawah 8% harus segera memperoleh perhatian dan penanganan yang serius untuk segera diperbaiki.

b. Aspek Kualitas Asset

Aspek yang kedua adalah mengukur kualitas asset bank. Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah untuk menilai jenis-jenis asset yang dimiliki oleh bank. Penilaian asset harus sesuai dengan peraturan oleh Bank Indonesia dengan memperbandingkan antara aktiva produktif yang diklasifikasikan terhadap aktiva produktif. Kemudian rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif terhadap aktiva produktif yang diklasifikasikan. Rasio ini dapat dilihat dari neraca yang telah dilaporkan secara berkala kepada Bank Indonesia.

c. Aspek Kualitas Manajemen ( Management )

Penilaian yang ketiga meliputi penilaian kualitas manajemen bank. Untuk menilai kualitas manajemen dapat dilihat dari kualitas manusianya dalam mengelola bank. Kualitas manusia juga dilihat dari segi pendidikan serta pengalaman para karyawannya dalam menangani berbagai kasus yang terjadi. Dalam aspek ini yang dinilai adalah manajemen permodalan, manajemen kualitas aktiva, manajemen umum, manajemen rentabilitas dan manajemen likuiditas. Penilaian didasarkan kepadda jawaban dari 250 pertanyaan yang diajukan mengenai manajemen bank yang bersangkutan.




d. Aspek Earning

Merupakan aspek digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam meningkatkan keuntungan. Kemampuan ini dilakukan dalam suatu periode. Kegunaan aspek ini juga untuk mengukur tingkat efisiensiusaha dan profitabilitas yang dicapai bank bersangkutan. Bank yang sehat adalah bank yang diukur secara rentabilitas yang terus meningkat diatas standar yang telah ditetapkan.
Read More
Sejarah Perbankan

Sejarah Perbankan

Sebelum Perang Dunia Ke II

Masa Pemerintahan Belanda
Masa Pemerintahan Jepang

Masa Pemerintahan Belanda
•Nederlandsche Handel Maatschappij (NHM) ; 1824
•De Javasche Bank N.V. (10 oktober 1827)
•Exscomptobank (1857)
•Nederlandsch-Indische Handelsbank (1863) / Nationale Handelsbank (1959)
•De Postpaarbank (1898)
•Sudah diakuinya “Lembaga Perkreditan Desa” (14 September 1929)




Masa Pemerintahan Jepang
•De Algemene Volkscredietbank (1934) / “Syomin Ginko” (Osamu Serei – 2602)
•Bank of Taiwan, Yokohama Bank, Mitsui Bank dan Nanpo Kaihatsu Kinko
•Tyokin Kyoku

Setelah Perang Dunia Ke II

•Masa Orde Lama / Masa Kemerdekaan
•Masa Setelah Kemerdekaan
•Setelah Lahirnya UU No. 14 tahun 1967 dan UU No. 13 tahun 1968

Masa Orde Lama / Masa Kemerdekaan 

•Dalam sidang Dewan Menteri (19 September 1945), pemerintah RI mengambil keputusan untuk mendirikan sebuah bank sirkulasi berbentuk bank milik negara.
•Pelaksanaan pembentukan dipercayakan kepada Tuan RM Margono Djojohadikusumo.
•Sebagai realisasinya, tanggal 14 oktober 1945 dengan akta notaris RM Soerojo, terbentuklah Yayasan Pusat Bank Indonesia.
•Merupakan cita untuk mendirikan BI sebagai langkah awal untuk membentuk satu-satunya bank sirkulasi
•Melalui UU No. 2 Prp tahun 1946 “Yayasan Pusat Bank Indonesia” tersebut”
•dilebur menjadi “Bank Negara Indonesia


BNI
•Dengan Perpu No. 2/1946: Didirikan dengan maksud untuk berfungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi, akan tetapi dengan perubahan situasi.
•Dengan UU No. 2 Drt tahun 1955: Ditetapkan sebagai Bank Umum, yang kemudian bernama BNI 1946 berfungsi sebagai Bank Sentral.
•Banyak membantu kegiatan perjuangan nasional dalam bidang perekonomian pada umumnya dan bidang moneter pada khususnya.
•Dalam kerjasamanya dengan Bank Soerakarta, Bank Dagang Nasional Indonesia dan BRI tahun 1946-1947 telah membantu dibentuknya Banking Trading Corporation (BTC) di Jawa

BRI
•Didirikan dengan PP No. 1 tahun 1946 pada tanggal 22 Februari 1946
•Merupakan bank pemerintah pertama sesudah kemerdekaan RI Sebelumnya berturut-turut bernama Algemene Volkscredietbank




•BDN
•Didirikan dengan Perpu No. 13/prp/1960 jo Penetapan Presiden No. 21 tahun 1965
•Berdasarkan penetapan presiden tersebut, maka BDN perlu tetap dilangsungkan berdasarkan undang-undang pendiriannya dan dalam struktur, organisasi serta kegiatan sebagai ketentuan untuk selalu menyerasikan kegiatan-kegiatannya yang bersifat moneter teknis dengan BNI
•Merupakan satu-satunya bank umum pemerintah yang berada di luar BNI.
•Dengan UU No. 18 tahun 1968 dicabutlah UU No. 13 tahun 1960 dan Penetapan Presiden No. 21 tahun 1965 yang kemudian ditetapkan landasan hukum baru bagi BDN yang disesuaikan dengan isi dan jiwa UU No. 14 tahun 1967


Masa Setelah Kemerdekaan

•Bank Sentral yakni Bank Indonesia
•Pengaturan dalam UU mengenai Perbankan
•Bank Bumi Daya
•Bank Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN)
•Bank-bank Pembangunan Daerah (BPD)Pengintegrasian Bank-ban Pemerintah
•Sejarah mencatat bahwa sejak tahun 1946, BNI bank yang pertama kali didirikan oleh pemerintah RI
•Faktor yang membelokkan sejarah ternyata keputusan KMB 1949 menghasilkan pengakuan kedaulatan negara RI menetapkan tugas bank sentral diserahkan kepada De Javasche Bank
Read More
Undang-Undang Terkait Bank Indonesia

Undang-Undang Terkait Bank Indonesia

1. Undang-Undang tentang Bank Indonesia 
2009Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang [pdf]
2008Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia [pdf]
2004
1999
1968

1958

1953

2. Undang-Undang No. 21 Tahun 2008
3. Undang-Undang No. 24 Tahun 1999
4. Undang-Undang Tentang Perbankan




5. Undang-Undang Tentang Transfer Dana
:: Undang-Undang Terkait
:: Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang


Read More