Perjanjian Arbitrase dan Jenisnya
PERJANJIAN ARBITRASE DAN JENISNYA
Perjanjian atau persetujuan adalah suatu perbutan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih (pasal 1313 KuhPerdata). Untuk sahnya suatu persetujuan atau perjanjian diperlukan syarat-syarat, sebagai berikut:[27]
a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri (consensus);
Syarat pertama untuk dapat dikatakan sahnya suatu persetujuan atau perjanjian yaitu Adanya kata sepakat antara dua belah pihak yang mengikatkan diri. Namun demikian, cacat kata sepakat atau ketidaksesuaian kehendak dapat terjadi apabila karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan, (pasal 1321 KuhPerdata) seperti :[28]
1. kekhilafan / dwaling itu terjadi mengenai hakikat barang yang menjadi pokok persetujuan dan orang yang menandatanginya (psl 1322 KuhPerdata).
2. Paksaan / dwang yang dilakukan terhadap orang yang membuat suatu persetujuan, dan paksaan yang telah terjadi itu menimbulkan ketakutan pada orang yang berakal sehat dan diri/kekayaannya terancam dengan kerugian nyata (pasal 1323-1324 KuhPerdata).
3. Penipuan / bedrog yang dipakai salah satu pihak dengan cara tipu muslihat atau kata-kata atau tindakan.
4. Penyalahgunaan keadaan yang dilakukan dengan dasar keunggulan ekonomi dan kejiwaan.
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan (capacity);
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan dilihat dari subjek hukum yaitu orang dan badan hukum. Untuk subjek hukum orang (manusia) harus memenuhi syarat yaitu sudah dewasa - berusia 21 tahun (pasal 330 KuhPerdata) atau telah menikah, dan tidak berada dalam perwalian - orang yang tidak bisa melakukan perbuatan hukum karena belum dewasa (pasal 345-354 KuhPerdata), dan pengampuan - orang yang sudah dewasa tapi tidak dapat melakukan perbuatan hukum karena dungu, sakit juwa, mata gelap (pasal 433 KuhPerdata).
c. Suatu hal tertentu (certainly of term)
Yang menjadi syarat mengenai suatu hal tertentu, yakni :
1. hanya barang yang dapat diperdagangkan (pasal 1332 KuhPerdata);
2. Jumlah barang ditentukan jenisnya dan dapat dihitung, (pasal 1333 KuhPerdata);
3. Barang yang baru aka nada pada waktu yang akan datang (pasal 1334 KuhPerdata).
d. Suatu sebab yang halal (legality)
Apabila suatu persetujuan atau perjanjian yang dibuat tanpa sebab atau karena suatu sebab yang palsu atau terlarang, adalah tidak mempunyai kekuatan hukum, singkatnya persetujuan tersebut tidak sah (pasal 1335 KuhPerdata). Suatu sebab dikatakan terlarang apabila dilarang oleh undang-undang, atau berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum (pasal 1337 KuhPerdata).
Dalam hukum perjanjian dikenal beberapa asas yang mengatur mengenai syarat sahnya suatu persetujuan atau perjanjian, antara lain :[29]
a. Asas Konsensualisme / syarat sepakat ( pasal 1320 KuhPerdata);
b. Asas Itikad Baik / Good Faith (pasal 1338 ayat (3) KuhPerdata)
c. Asas Personalia / Kepribadian (pasal 1315, 1317 dan 1340 KuhPerdata)
d. Asas Pacta Sun Servanda ( pasal 1338 ayat (1) KuhPerdata)
e. Asas Kebebasan berkontrak, seperti :
1. kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian;
2. kebebsan memilih dengan pihak siapa seseorang membuat perjanjian;
3. kebebasan dalam menentukan bentuk perjanjian;
4. kebebasan untuk menentukan isi ataupun klausula perjanjian;
5. Kebebasan dalam menentukan objek perjanjian;
6. kebebasan untuk menggunakan atau tidak menggunakan ketentuan tentang perjanjian.
Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak yang disetujui para pihak, yaitu pihak yang menawarkan (offerte) dan pihak yang menerima tawaran (acceptatie). Ada beberapa teori untuk mengetahui adanya kata “sepakat”, antara lain :[30]
a. Teori Kehendak / Wils Theorie yaitu kata sepakat telah terjadi pada saat para pihak dalam hatinya telah setuju.
b. Teori Pengiriman / Verzending Theorie yaitu kata sepakat telah terjadi pada saat dikirimkannya jawaban oleh penerima atau acceptatie.
c. Teori Pengetahuan / Verneming Theorie yaitu kata sepakat telah terjadi pada saat pengirim (offerte) telah mengetahui tawarannya diterima.
d. Teori Pernyataan / Verklaring Theorie yaitu kata sepakat telah terjadi pada saat diucapkan / tertulis dalam perjanjian.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka selanjutnya akan diuraikan mengenai perjanjian Arbitrase dan jenis-jenisnya. Secara yuridis, perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa.[31]
Dengan demikian, merujuk dari definisi perjanjian arbitrase tersebut, maka dapat diketahui jenis-jenis perjanjian arbitrase, yaitu :
a. Perjanjian Arbitrase yang dibuat sebelum timbulnya sengketa atau Pactum de Compromittendo (pasal 2 UU No 30 tahun 1999);
Penerapan :
1. Sebelum adanya sengketa;
2. Dalam bentuk tertulis dan ditandatangani para pihak;
3. Mencantumkan klausula arbitrase dalam perjanjian pokok; atau
4. Membuat dalam perjanjian tersendiri yang terpisah dari perjanjian pokok.
b. Perjanjian Arbitrase yang dibuat setelah timbulnya sengketa atau Akta Compromis (pasal 9 ayat (1) UU No 30 tahun 1999).
Penerapan :
1. Setelah timbulnya sengketa;
2. Dalam bentuk tertulis dan ditandatangani para pihak;
3. Membuat dalam perjanjian yang berdiri sendiri dan berisi : (i) masalah yang disengketakan; (ii) identitas para pihak; (iii) identitas arbiter/Majelis arbiter; (iv) tempat arbiter mengambil keputusan; (v) Nama lengkap sekretaris; (vi) jangka waktu penyelesaian sengketa; (vii) pernyataan kesediaan dari arbiter; (viii) pernyataan kesediaan para pihak untuk menanggung segala biaya.
Selanjutnya, terhadap para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase, pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa yang timbul diantara para pihak tersebut.[32] Disamping itu, di dalam ketentuan pasal 10 UU no 30 tahun 1999, ditegaskan bahwa suatu perjanjian arbitrase tidak menjadi batal disebabkan oleh keadaan, sebagai berikut :
a. meninggalnya salah satu pihak;
b. bangkrutnya salah satu pihak;
c. novasi;
d. insolvensi salah satu pihak;
e. pewarisan;
f. berlakunya syarat-syarat hapusnya perikatan pokok;
g. bilamana pelaksanaan perjanjian tersebut dialih tugaskan pada pihak ketiga dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase tersebut; atau
0 Response to "Perjanjian Arbitrase dan Jenisnya"
Post a Comment
berandahukum.com tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE