Post views: counter

Takut akan Tuhan adalah Permulaan Pengetahuan

Aspek Hukum Malpraktek Medis

  Aspek Hukum Malpraktek Medis

1.      Aspek Hukum Perdata
Hubungan dokter dengan pasien merupakan transaksi teraupetik yaitu hubungan hokum yang melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak [1]. Berbeda dengan transaksi yang biasa dilakukan masyarakat, transaksi teraupetik memiliki sifat atau ciri yang berbeda dengan perjanjian pada umumnya, kekhususan terletak pada atau mengenai objek yang diperjanjikan.Hubungan hokum dokter dengan pasien dalam kontrak teraupetik membentuk pertanggung jawaban perdata malpraktek kedokteran.
Disamping melahirkan kewajiban bagi para pihak, hubungan hokum antara dokter dan pasien juga membentuk pertanggung jawaban hokum masing-masing. Bagi pihak dokter , prestasi berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu in casu berbuat salah atau keliru dalam perlakukan medis yang semata-mata dilakukan untuk kepentingan kesehatan pasien adalah kewajiban hokum yang sangat mendasar dalam perjanjian dokter dengan pasie (kontrak teraupetik) yang dalam Pasal 39 UU No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran disebut sebagai kesepakatan antara dokter atau dokter gigi dengan pasien.
Ukuran berbuat sesuatu secara maksimal dengan sebaik-baiknya harus berdasarkan pada standar profesi medis dan standar prosedur  atau bagi dokter atau yang dalam UU No. 29 Tahun 2004 tentang Prakter Kedokteran disebutkan dengan istilah”standar profesi dan standar operasional prosedur” (pasal 50 jo 51). Sementara dalam pasal 44 (1) disebut sebagai standar pelayana kedokteran atau dokter gigi yang isinya dibedakan menurut jenis dan starata pelayana kesehatan (ayat 2) . Standar pelayanan kedokteran dan dokter gigi lebih lanjut diatur dalam Peraturan Menteri (Ayat3)
.           Beban pertanggung jawaban dokter terhadap akibat malpraktek kedokteran karena wanprestasi lebih luas dari beban pertanggung jawaban karena perbuatan melawan hokum dari pasal 1236 jo 1239 BW, selain penggantian kerugian pasien juga dapat menuntut  biaya dan bunga. Wujud kerugian dalam wanprestasi pelayana dokter harus benar-benar akibat (causal verband) dari perlakuan medis yang menyalahi standar profesi kedokteran dan SOP.
            Apabila dalam perlakuan medis terdapat kesalahan dengan menimbulkan akibat kerugian  maka pasien berhak menuntut adanya penggantian kerugian berdasarkan perbuatan melawan hokum (Pasal 1365 BW). Dalam hal ini perlakukan medis dokter yang menyalahi standa profesi kedokteran dan SOP dapat masuk dalam kategori melawan hokum.

2.      Aspek Hukum Pidana
Malpraktek medis bisa bisa masuk lapangan hokum  pidana apabila memenuhi syarat-syarat tertentu dalam 3 aspek, yaitu :
a)   Syarat dalam sikap batin
Sikap batin adalah sesuatu yang ada dalam batin sebelum seseorang berbuat. Apabila kemampuan mengarahkan dan mewujudkan alam batin kedalam perbuatan-perbuatan tertentu yang dilarang, hal itu disebut kesengajaan. Namun apabila kemampuan berpikir , berperasaan, berkehendak itu tidak digunakan sebagaimana mestinya dalam hal melakukan suatu perbuatan yang pada kenyataannya dilarang, maka sikap batin tersebut dinamakan kelalaian (culpa). Jadi perbedaan antara kesengajaan dan kelalaian sebenarnya hanyalah dari sudut tingkatannya (graduasi belaka)
       
b)   Syarat dalam perlakuan medis
Yaitu syarat perlakuan medis yang menyimpang. Semua perbuatan dalam pelayanan medis  dapat mengalami kesalahan (sengaja atau lalai ) yang pada ujungnya menimbulkan malpraktek kedokteran apabila dilakukan secara menyimpang.

c)   Syarat mengenai hal akibat
Yaitu syarat mengenai timbulnya kerugian bagi kesehatan atau nyawa pasien. Akibat yang boleh masuk pada lapangan malpraktek medis harus akibat yang merugikan pihak yang ada hubungan hokum dengan dokter. Apakah malpraktek medis masuk dalam lapangan perdata atau pidana, penentu pada akibat. Sifat akibat dan letak hokum  pengaturannya menentukan kategori malpraktek kedokteran antara malpraktek pidana atau perdata.
Dalam hokum pidana akibat merugikan yang masuk dalam ranah hokum pidana apabila jenis kerugian tersebut masuk dalam rumusan kejahatan menjadi unsur tindak pidana akibat kematian dan luka yang merupakan unsur kejahatan pasal 359 dan 360 maka bila kelalaian/ culpa perlakukan medis terjadi dan mengakibatkan kematian atau luka sejenis yang ditentukan dalam pasal ini maka perlakuan medis masuk kategori malpraktek pidana.

Ada perbedaan akibat kerugian oleh maplraktek perdata dengan malpraktek pidana. Kerugian karena malpraktek perdata lebih luas dari malpraktek pidana. Akibat-akibat malpraktek perdata khususnya termasuk perbuatan melawan hokum terdiri atas kerugian materiil dan idiil. Bentuk-bentuk kerugian tidak dimuat secara khusus dalam UU. Akibat malpraktek kedokteran yang menjadi tindak pidana harus berupa akibat yang sesuai yang ditentukan dalam UU.
Malpraktek pidana yang sering terjadi akibat tindakan medis antara lain :
a.       Penganiayaan (mishandeling)
Malpraktek medis dapat menjadi penganiayaan jika ada kesengajaan , baik terhadap perbuatan maupun akibat perbuatan.  Pembedahan tanpa informed consent termasuk penganiayaan. Sifat melawan hukumnya terletak pada tanpa informed consent sehingga jika ada informed consent maka pembedahan secara penganiayaan kehilangan sifat melawan hokum. Informed consent merupakan dasar peniadaan pidana, sebagai alasan pembenar, bukan alasan pemaaf.
      Selain itu, alasan pembenar pembedahan sebagai penganiayaan juga terletak pada maksud dan tujuannya, yakni untuk mencapai tujuan yang patut. Arrest HR (10-2-1902) dalam pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa “jika menimbulkan luka atau sakit pada tubuh bukan menjadi tujuan melainkan sarana belaka untuk mencapai suatu tujuan yang patut maka tidak ada penganiayaan [2].  Dengan demikian sebaliknya, walaupun mendapatkan informed consent jika untuk mencapai tujuan yang tidak patut maka pembedahan merupakan penganiayaan.
      KUHP membedakan lima macam penganiayaan, yakni bentuk standar, atau sering disebut sebagai bentuk pokok (pasal 351) atau biasa ; penganiayaan ringan (pasal 352); penganiayaan berencana (pasal 353); penganiayaan berat (pasal 354) dan penganiayaan berat berencana pasal (355). Unsur-unsur yang harus dibuktikan meliputi :
                                                                    i.            Adanya kesengajaan
                                                                  ii.            Adanya wujud  perbuatan
                                                                iii.            Adanya akibat perbuatan
                                                                iv.            Adanya causa verband antara wujud perbuatan dan timbulnya akibat yang terlarang.

b.      Kealpaan yang menyebabkan kematian
Pasal 359 KUHP dapat menampung semua perbuatan yang dilakukan yang mengakibatkan kematian. Dimana kematian bukanlah dituju atau dikehendaki. Disamping adanya sikap culpa harus ada tiga unsur lagi yang menyebabkan orang lain mati yaitu :
                                                                                i.            Harus adanya perbuatan
                                                                              ii.            Adanya akibat berupa kematian
                                                                            iii.            Adanya causa verband antara wujud perbuatan dengan akibat kematian.
Khusus dalam mencari causal verband antara tindakan medis dengan akibat yang timbul sesudah tindakan medis dilakukan digunakan ilmu kedokteran sendiri. Tidak cukup dengan akal orang awam, tetapi harus menggunakan ilmu kedokteran.
c.       Kealpaan yang menyebabkan luka-luka
Selain pasal 359 KUHP, pasal 360 KUHP juga sudah lazim digunakan untuk mendakwa dokter atas dugaan malprakek kedokteran, selanjutnya pasal 359 jika ada kematian dan pasal 360 jika ada luka.
Unsur-unsur dalam pasal 360  ayat 1 yakni :
                                                                                i.            Adanya kelalaian
                                                                              ii.            Adanya wujud perbuatan
                                                                            iii.            Adanya akibat luka berat
                                                                            iv.            Adanya hubungan causal antara luka berat dengan wujud perbuatan
Unsur-unsur dalam pasal 360  ayat 1 yakni :
                                                                                i.            Adanya kelalaian
                                                                              ii.            Adanya wujud perbuatan
                                                                            iii.            Adanya akibat : 1) yang menimbulkan penyakit, 2) luka yang menjadikan halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu.

                                                                            iv.            Adanya hubungan causal antara luka berat dengan wujud perbuatan
 Sama halnya dengan pasal 359, tindak pidana ini juga merupakan tindak pidana materiil berupa tindak pidana dimana timbulnya akibat oleh perbuatan sebagai syarat selesainya tindak pidana.

3.      Aspek Hukum Administrasi

Dari sudut hokum, pelanggaran hokum administrasi kedokteran merupakan sifat melawan hokum perbuatan malpraktek. Hukum Administrasi Kedokteran  UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran , menentukan beberapa syarat bagi dokter untuk menjadi wewenang menjalankan praktek. Syarat prakter tersebut adalah :
                                                          i.            Memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) Dokter atau Dokter gigi (pasal 29)
                                                        ii.            Khusus dokter lulusan luar negeri yang praktek di Indonesia atau dokter asing dapat diberikan Surat Tanda Registrasi (pasal 30)
                                                      iii.            Memiliki Surat Izin Praktek (SIP)  (pasal 36 jo 37)
Untuk ahli spesialis , ada peraturan menteri kesehatan no. 561/Menkes/Per/X/1981 tentang pemberian ijin menjalankan pekerjaan dan ijin praktek bagi dokter spesialis.
Tindak pidana malpraktek medis bermula dari pelanggaran hokum administrasi. Pelanggaran hokum administrasi yang menjadi tindak pidana praktek medis, potensial menjadi malpraktek pidana sekaligus malpraktek perdata. Setiap malpraktek pidana sekaligus mengandung unsur malpraktek perdata. Tetapi malpraktek perdata tidak selalu menjadi malpraktek pidana.



DAFTAR PUSTAKA

  Dr. Veronica Komalawati, S.S.,M.H. Persetujuan Dalam Hubungan Dokter Dan Pasien. Bandung, 1999.

Drs. H. Adami Chazawi, S.H. Malpraktik kedokteran. Bayumedia Publising Malang, 2007.
J. Guwandi, S.H. Hukum Medik FKUI. Jakarta, 2004.
KEMENKES RI. N0. 1076/MENKES/SK/VII/2003.
KUHP, KUHPer.
Rinanto Suryadhimartha, S.H.,M.Sc. Hukum Malpraktik Kedokteran. Yogyakarta, Totalmedia 2011.
UU No. 29 Tahun 2009. Tentang Praktik Kedokteran.


[1] Bahder Nasution, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, Rineka Cipta, Jakarta ,2005, hlm 11
[2] Soenarto soerodibroto, 1994, KUHP dan KUHAP dilengkapi dengan prudensi mahkamah agung dan hoge raad, penerbit PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, hl. 212



Subscribe to receive free email updates:

0 Response to " Aspek Hukum Malpraktek Medis"

Post a Comment

berandahukum.com tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE